Story Writter - Link

Link is one of Our Storry Writter in this Project. Link's Specialty in Fantasy Story. Check

Illustrator - RFTaurus

RFTaurus is one of our Illustrator in this project. Currently RFTaurus's partner is Link for [Nusantara] project. Check

Web Novel - Nusantara

Nusantara adalah kisah mengenai petualangan Rio (19 tahun) untuk mengubah sejarah suatu negara setelah ia mengalami pertemuan dengan sebuah buku bernama Nusa. Update : 1 chapter/week. Check

Sunday, July 31, 2016

[Nusantara] Chapter 5 - Pohon

Chapter 5 – Pohon




[3rd Person Point of View]


“Suuuu~… huuuuuu~…”


[Suara kicauan burung]


Dibawah sinar matahari yang mulai menampakkan dirinya, kawanan burung menyanyikan lantunan nada merdu yang saling bersahut-sahutan layaknya sebuah paduan suara tanpa lirik. Suara angin berhembus pelan membuat beberapa dahan pohon, bunga, rumput, bahkan permukaan air saling berdansa satu sama lain. Hamparan lautan berwarna hijau nan luas namun astri ini membuat siapa saja yang melihatnya merasa nyaman dan damai.

“Suuuuuu~… huuuuuuu~…”

Dibawah sebuah pohon rindang dimana setiap daunnya menyapa lembut siapa saja yang melihatnya, terdengar suara seorang lelaki sedang tertidur pulas. Suara dengkuran yang bahkan dapat merusak harmoni diantara lantunan nada alam yang saling bersahutan semakin lama terdengar semakin keras.


<Tuan ! Cepat Bangun, Tuan !>


“Suuuu~… huuuu~…”


Suara yang berasal entah darimana datangnya berusaha membangunkan anak lelaki yang sedang tertidur pulas tersebut. Suara yang terdengar seperti suara seorang “om-om” yang sedang menggoda seorang lelaki dalam tidurnya ini dapat dipastikan membuat siapa saja yang mendengarnya langsung bermimpi buruk.


Anak lelaki yang sedang tertidur pulas itu mengenakan sebuah baju kemeja berkerah warna hitam dengan rompi biru yang menutupi seluruh kancing bagian depannya dan terdapat hoodie dibagian belakang rompi tersebut. Namun, jika ditelusuri lebih lanjut kebagian bawah tubuhnya, dilihat dari sudut pandang manapun juga baik orang yang mengenalnya ataupun tidak mereka hanya bisa berpikir bahwa anak lelaki itu hanyalah orang mesum yang tertidur dibawah pohon tanpa mengenakan celana ataupun pelindung “Adik”-nya.


<Tuan ! Tuan ! Cepat Bangun ! Gawat !>


“hmm… ? huuuuuaaaaa~…”


Setelah berkali-kali dibangunkan oleh suara “om-om”, akhirnya lelaki itupun membuka sedikit mata kanannya selagi menguap lalu setelah itu ia meregangkan badannya. Beberapa menit kemudian akhirnya anak lelaki itu memutuskan untuk duduk dan memperhatikan keadaan disekelilingnya selagi mengusap kedua matanya yang masih mengantuk.


Pertama ia melihat sebuah pohon rindang besar setinggi kurang lebih 3 meter berada tepat dihadapannya. Namun, seketika ia melihat daun yang berada dipohon itu ia secara tidak sadar bergumam “ah ! ini mimpi ya?”. Bagaimana tidak, pasalnya daun pada pohon tersebut yang saat ini ia lihat memiliki dua warna yaitu biru dan ungu. Melihat hal ini ia pun segera mengalihkan pandangannya kearah sekitarnya namun yang ia lihat hanyalah hamparan rumput hijau luas disebelah kiri dan padang bunga berwarna merah dan putih disebelah kanan.


Beberapa saat kemudian, ia pun berdiri dan melihat sebuah sungai dengan lebar sekitar dua meter dengan kedalaman sekitar 30 – 50 cm dengan permukaan yang sangat bening atau transparan karena masih bersih dan alami sehingga berbeda jauh dengan sungai-sungai yang terdapat di Jakarta. Selain itu sungai tersebut membentuk “¤” dimana lingkaran bagian tengah adalah tempat anak lelaki saat ini berada dan garis hitam yang mengelilinginya adalah sungai jernih tersebut. Hanya saja yang menyatukan kesetiap daratan yang dilalui oleh sungai tersebut adalah jembatan kayu bergaya Jepang.


Melihat pemandangan ini anak lelaki itu hanya bisa terdiam kagum dengan mata berbinar-binar layaknya seorang bayi yang baru saja melihat sebuah mainan baru. Sejauh mata memandang hanya pemandangan asri yang dilihat oleh anak tersebut. Tanpa gedung-gedung tinggi, suara bising kendaraan, ataupun kemacetan yang hanya membuat penat kepala setiap kali ingin beraktivitas diluar rumah dan yang lebih penting lagi udara yang sejuk tanpa asap kendaraan bermotor membuat anak lelaki itu kembali segar seketika—


<Tuan !>


“!”


Disaat ia mendengar suara yang memanggil dirinya dengan sebutan “Tuan” dan tentu saja dengan nada “om-om” genit, ia merasa seperti mendengar sebuah retakan keras dihatinya tersebut.


Sebisa mungkin ia mengabaikan suara yang memanggilnya itu. Namun, semakin lama ia mendengar suara itu semakin menjengkelkan pula didengar olehnya.


<Tuan ! Gawat ! cepat Pakai Celana Tuan ! Atau… Tuan akan Dikira Sebagai Orang Mesum !>


“!”


Mendengar ucapan dari suara yang entah darimana datangnya itu, anak lelaki itu melihat kearah bagian bawah tubuhnya dimana “Sang Adik Kecil Perkasa” miliknya sedang bergelantung bebas diudara—


“Ah ! Ternyata bukan Mimpi ya ! Sialan !” begitulah pikirnya selagi mulutnya terbuka lebar karena mengingat kejadian yang ia alami beberapa saat sebelumnya. Kejadian dimana ia muncul secara tiba-tiba ditengah medan perang ke-12 kerajaan saat sedang “Setor Hasil” ditambah lagi, ia juga membuat marah ke-11 makhluk suci pada saat itu. Bagaimanapun orang melihatnya, anak laki-laki itu benar-benar sial.


“Ah ! Benar juga…”


Mengingat sesuatu, ia pun segera pergi menuju tempat dimana sungai berada—


***


“haaa~… haaa~… jangan bilang ini…!?”


Ditempat lain, lebih tepatnya disisi belakang pohon dengan warna biru dan ungu dimana berseberangan dengan anak laki-laki itu berada, seorang pengembara dengan pakaian menyerupai seorang penyihir dengan warna coklat kusam, namun tentu saja ia bukan penyihir, sedang berjalan menuju ke arah sungai berbentuk “¤” selagi terengah-engah.


Pengembara laki-laki berumur sekitar 60 – 70 tahun ini memiliki mata bahagia layaknya ia menemukan apa yang telah ia cari selama bertahun-tahun. Dan tentu saja yang ia cari adalah—


“Pohon Arg Gruf ! akhirnya… setelah 58 tahun terus mencari akhirnya…”


Pohon [Arg Gruf] menurut legenda merupakan sebuah pohon legendaris yang memiliki dua buah warna dimana berada disebuah daratan yang dikelilingi oleh sungai jernih dan pemandangan yang indah. [Arg Gruf] sendiri berasal dari kata [Harya] dimana [Argna] yang artinya Keajaiban dan [Grufon] yang artinya alam. Sehingga secara lateral [Arg Gruf] sendiri dapat diartikan sebagai Keajaiban Alam.


“Ternyata… Arg Gruf… memang… bukanlah… legenda… biasa…”


Suara pengembara tua itu terengah-engah namun dengan tenaganya yang telah tersisa sedikit tetap berusaha untuk memastikan bahwa informasi mengenai pohon [Arg Gruf] itu bukanlah omong kosong belaka.


Selain itu menurut legenda, pohon ini dapat menciptakan sebuah keajaiban dimana bagi siapa saja yang dapat memakan salah satu daunnya yang memiliki warna yang lebih terang akan mendapatkan masa mudanya kembali dan bagi siapa saja yang memakan daun yang memiliki warna paling gelap akan memiliki kemampuan mengendalikan [Mana] yang lebih besar dibanding yang lainnya.


Ada juga yang mengatakan bahwa bagi mereka yang meminum air sungai yang berada dekat dengannya bisa menyembuhkan penyakit jenis apapun itu dan bagi mereka yang bahkan bisa menemukan buah yang sudah terjatuh ke sungai dapat dijual dengan harga yang sangat tinggi karena khasiatnya yang bisa membatalkan segala jenis kutukan. Menurut info yang beredar di masyarakat tekstur buah yang sudah sangat matang dan terjatuh dari pohon [Arg Gruf] itu sangat lembek dengan aroma yang khas dan sangat wangi.


“haaa~… haaa~… (Glek… Glek… Glek…) Ah~… segarnya…”


Setelah pengembara tua itu sampai ditepian sungai, tanpa berpikir panjang ia pun segera meminum air sungai itu.


“!”


Tanpa ia sadari seluruh tubuhnya tiba-tiba saja diselimuti oleh sebuah cahaya hangat berwarna biru muda. Cahaya yang menyelimuti tubuhnya tersebut memancarkan aura kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan. Kehangatan yang bahkan meresap hingga keseluruh pori-pori kulitnya yang sudah keriput tersebut. Sebuah kehangatan yang bahkan… membuat air matanya mengalir begitu saja.


“ah ! kenapa ini… air mataku…”


Selagi lelaki tua itu mengusap air matanya, ia meneguk air jernih yang terus mengalir dari sungai tersebut tanpa henti—


“benda apa itu ?”


Selagi lelaki tua itu meneguk air dari sungai tersebut, ia melihat sebuah benda bulat berwarna coklat pekat mengambang diatas aliran sungai.


“jangan bilang itu—”


“!” Sebelum lelaki tua itu menyelesaikan ucapannya, tanpa ia sadari air jernih dan segar yang telah ia teguk sejak tiba di sungai ini tiba-tiba berubah rasa. Rasa segar yang sejak tadi ia rasakan berubah seketika menjadi sebuah rasa yang bahkan ia sendiri tidak bisa ungkapkan dengan kata-kata.


“…”


Laki-laki tua itu terdiam beberapa saat dan berusaha untuk mengingat rasa air sungai yang telah berubah menjadi sedikit asam namun juga kecut.


“Ini !”


Disaat laki-laki tua itu menyadari sesuatu mengenai perubahan rasa yang tiba-tiba tersebut, ia pun kembali mengingat sebuah legenda yang mengatakan bahwa buah dari [Arg Gruf] dapat mengubah rasa apapun yang bersentuhan dengannya bahkan rumput liar sekalipun akan menjadi masakan kelas satu jika telah bersentuhan dengan buah legenda ini selama lima detik saja.

***

“Haaaaa~… huuu~… akhirnya selesai juga…”


Ditempat lain, seorang anak laki-laki yang sejak kemarin memiliki nasib yang buruk dan emosi yang tidak stabil akibat semua kejadian tidak masuk akal yang ia alami, untuk pertama kalinya merasa lega.


Saat ini anak laki-laki----Rio sedang berdiri di dekat pohon berdaun biru dan ungu tersebut. Setelah ia selesai mengenakan celananya yang ia ambil dibilik toilet yang berada disebelah kanan pohon tempat ia berada saat ini, ia termenung beberapa saat selagi memeriksa barang-barangnya yang berada didalam Shoulder Bag berwarna biru dengan “retsleting” putih miliknya.


Smartphone, Charger, dompet, payung, tali tambang dan pisau belati pramuka yang selalu ia bawa, 3 buah buku kosong, 2 kotak pulpen “Medium” sebagai cadangan, 2 buah roti rasa coklat keju, serta air minum dalam botol berwarna putih yang sudah tersisa sedikit----setidaknya itulah barang-barang yang berada didalam Shoulder Bag miliknya saat ini.


“Seriusan !? Kalo gini gimana gua bisa hidup sampe besok…”


Meratapi nasibnya saat ini, muka Rio berubah menjadi pucat seketika—


<Tuan ! Tolong bantu Saya Tuan !>


Mendengar suara minta tolong bernada layaknya seperti “om-om” genit----Nusa memanggil nama “Tuan”-nya berkali-kali. Mendengar suara yang entah darimana asalnya, Rio berusaha mengabaikannya dengan sepenuh hati. Namun, saat ia berpikir bahwa penyebab ia berada ditempat ini adalah Nusa, ia pun berusaha mencari arah suara tersebut berasal.


<Tuan ! Diatas Pohon !>


Melihat kearah yang disebutkan, Rio menemukan sebuah buku berwarna biru donker tersangkut di ranting pohon berdaun biru dan ungu yang berada dihadapannya saat ini.


“Ngapain lu disitu ! Ga bisa turun sendiri apa lu !?”


Selagi tertawa, Rio meledek Nusa yang berada diatas pohon.


<Kalau Saya Bisa Turun Sendiri Juga Saya Sudah Turun Dari Tadi Tuan…>


Setelah Nusa menyelesaikan kalimatnya, Rio segera memanjat pohon tersebut karena baginya ada banyak sekali pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada Nusa. Setelah ia sampai di dahan pohon dimana Nusa berada ia pun segera mengambil Nusa yang tersangkut disekitar ranting pohon.


Disaat ia akan melompat ke permukaan tanah, ia melihat sebuah pemandangan indah didepannya. Pemandangan dimana sejauh mata memandang wilayah ini dipenuhi oleh rerumputan hijau luas dan padang bunga berwarna merah dan putih serta dikelilingi oleh pepohonan hijau rindang yang menjadi batas pemisah antara wilayah ini. Selain itu, gunung-gunung berwarna biru yang terlihat dari tempat ini menambahkan kesan asri pada wilayah ini. Dan disaat mengalihkan pandangannya kebelakang ia melihat lautan luas yang berada dibalik pepohonan hijau rindang yang mengelilingi wilayah ini.


“Kalo aja kemaren gua ga Ngalamin hal nyusahin… pasti sekarang gua seneng banget ada ditempat kayak gini…”


Rio bergumam mengenai pemandangan disekitarnya saat ini selagi menghela napas.


<Saya Berani Jamin Tuan akan menemukan banyak hal baru ditempat ini>


Mengabaikan ucapan Nusa, Rio bersiap-siap untuk melompat ke permukaan tanah. Namun, disaat ia akan melompat disaat itu pula ia melihat pemandangan baru didepannya. Pemandangan dimana seorang lelaki tua berumur sekitar 60 – 70 tahun sedang memakan “Hasil Setor”-an Rio selagi menangis terharu dan setiap kali ia memakannya ia memuntahkannya kembali dan adegan ini berlangsung hingga lelaki tua tersebut terbujur lemas tidak berdaya.


“…”


<>


Melihat hal ini Rio dan Nusa hanya bisa terdiam. Beberapa saat kemudian Rio pun akhirnya melompat dari dahan tempat ia berada lalu berjalan ketempat dimana ia menaruh barang-barangnya tersebut. Setelah ia duduk bersandar pada pohon dengan dua warna itu—


“Oiiii~!? apa lu tadi liat sesuatu… sesuatu kayak kakek-kakek terharu sambil makan ‘Hasil Setor’-an gua gitu ?”


<Tenang Tuan Tadi Hanya imajinasi Tuan Saja !>


“Bener juga… Cuma imajinasi, kan ya ? Cuma Imajinasi… nah yang tadi itu bener imajinasi,kan ya ?”


<iya… Tuan Tenang Saja Cuma Imajinasi… hmm Cuma imajinasi !>


Setelah mereka berdua memastikan hal ini dan mencapai suatu kesepakatan, mereka pun hanya bisa terdiam membisu mengamati aliran air sungai yang terus mengalir tanpa henti.


Sunday, July 24, 2016

[Nusantara] Chapter 4 - Kemampuan

Chapter 4 – Kemampuan






“Eh !?”


[3…]

Disaat suaraku menggema keseluruh penjuru medan pertempuran ditanah antah berantah ini, aku hanya bisa terpaku oleh suara gema tersebut. Suara yang bahkan aku sendiri tidak yakin keluar dari mulutku begitu saja. “hehe~… Tamat Gua ! T.T”

Disaat aku mulai pasrah melihat pemandangan didepan mataku selagi menunjukkan senyuman masam dimana berbagai macam serangan berskala besar yang bahkan setidaknya aku yakini dapat menghancurkan sebuah benua mengarah langsung kepadaku—

<Tuan Bodoh ya ?>


[2…]


Sebuah suara yang menyerupai suara om-om yang tidak lain berasal dari buku ditangan kiri yang sejak tadi kupegang sambil terduduk diatas toilet duduk ini, Nusa yang tidak salah lagi merupakan penyebab kenapa aku bisa sampai ditempat ini menanyaiku sebuah pertanyaan yang membuatku sangat kesal. Terlebih lagi nada santai dengan unsur mengejeknya itu membuat seluruh darah yang sejak beberapa saat lalu berkumpul di dalam kepalaku mendidih seketika.


“Hoi ! Buku Sialan ! Gua Pastiin kalo gua mati gua bawa lu juga mati bareng gua!”


Selagi aku tertawa sinis melupakan pemandangan didepanku, kufokuskan pandanganku kepada Nusa.


<Tenang Saja Tuan, Saya hanya bercanda… Sekarang Serius Kok… Tolong Ikuti Apa yang saya Ucapkan dan tolong dipraktikkan…>


[1…]


“Awas aja Kalo gagal Sialan ! gua pastiin tangan kiri gua ga akan ngelepasin lu !”


Selagi kupegang buku ditangan kiriku dengan erat, kuangkat tangan kananku tepat kearah atas kepalaku dimana seluruh serangan berkumpul dan dalam hitungan kurang dari satu detik akan mengenai diriku dan permukaan.


<Tolong Fokus Tuan Kesempatan kita hanya satu kali…>


Muka lu satu !! kesempatan dari tadi banyak lu-nya aja yang ngeselin !


Selagi aku memprotes Buku sialan ditangan kiriku dalam benakku, aku memfokuskan tangan kananku kearah datangnya serangan berskala besar tersebut.


[…0]


Dan disaat hawa panas mulai mengenai tanganku dan mengikis permukaan disekelilingku—


<Sekarang Tuan…! Absorb !>


“[Absorb] !


Kuteriakkan salah satu kemampuan yang sebelumnya diucapkan terlebih dahulu oleh Nusa. Kemampuan yang sudah tidak asing lagi dan selalu terdapat didalam game RPG yang sering kumainkan, kemampuan yang biasanya digunakan untuk menghisap nyawa atau lebih tepatnya “Hit Points” atau biasa disebut “HP” hanya saja kali ini yang diserap adalah serangan yang dikeluarkan oleh ke-11 makhluk suci diatas kepalaku.


Tangan kananku merasakan panas yang tidak biasa namun disaat yang bersamaan rasa panas tersebut dialirkan ke tangan kiriku dan terakhir menghilang sesaat bersentuhan dengan Nusa. Singkatnya kekuatan yang diserap oleh kemampuan [Absorb] yang saat ini kugunakan disalurkan langsung ke Nusa dan diserap olehnya.


“AAAAAAAAA~”


Disaat kualihkan pandanganku kearah Nusa, yang kulihat adalah buku berwarna biru dongker yang sebelumnya kupegang melayang dan berubah warna secara bertahap dari warna—


[Biru à Merah à Coklat à Hitam à Perunggu à Silver à Emas à 7 warna Pelangi à Biru Metalik Keemasan]


Seketika buku berubah warna menjadi biru metalik—


“Kyaaa!”


Terdengar sebuah jeritan dari arah depan bilik toilet tempatku berada saat ini…


<Tuan Tolong Fokus>


“berisik lu ! Ini juga udah Fokus… Cuma Tadi lu denger ada suara ga !? Argh !”


Disaat konsentrasiku mulai memudar aku merasakan sakit bukan main pada telapak tangan kananku yang sejak 5 menit lalu menghisap seluruh kekuatan penghancur yang datang tepat kearahku. Sayangnnya setiap kucoba untuk kembali fokus pada akhirnya aku tetap penasaran dengan suara yang kudengar beberapa saat yang lalu.


<Seandainya Tuan Sangat Penasaran Tolong Ucapkan…>


“[Nature’s Eyes] !


Seketika kuucapkan [Nature’s Eyes], didepanku aku melihat banyak monitor terproyeksikan begitu saja layaknya sebuah Projector yang biasa dipakai oleh Dosen saat mengajar kuliah.


<[Nature’s Eyes] adalah salah satu kemampuan yang dapat Tuan gunakan tanpa menggunakan [Mana] atau energi Supranatural sama seperti [Absorb] dan berguna untuk menampilkan apa yang alam lihat dengan radius 2 kilometer dari tempat tuan berada saat ini>


Hmm~ si sialan ini punya kemampuan yang ada gunanya juga…


Selagi aku memikirkan hal tersebut, aku mencoba memikirkan dan mengingat suara yang tadi kudengar dan beberapa saat kemudian proyeksi yang muncul dihadapanku layaknya sebuah monitor futuristik menampilkan sebuah gambar dari berbagai macam sudut dimana seorang wanita berpakaian layaknya seorang Valkryie dengan pelindung kepala dimana terdapat 2 buah sayap burung namun wanita tersebut terlihat mengenakan selendang dengan corak Batik khas Indonesia terjatuh dan akan ditebas oleh seorang lelaki… tunggu dibandingkan lelaki bagiku orang tersebut memang lelaki namun bukan manusia melainkan… Minotaur, sejenis makhluk mitologi Yunani dengan tubuh layaknya seorang lelaki dewasa dengan kepala seperti Banteng atau Sapi… jujur saja saat ini hal itu tidak penting bagiku.


“Tch… sial ! ga akan sempet ! Oi ! Buku Sialan !”


Disaat aku menjentikkan lidah dan hampir kehabisan akal, aku memanggil Buku Sialan, Nusa—


<Saya Tahu Apa yang Tuan Ingingkan, Kalau Begitu Ucapkan…>


“[Create] !


<Lalu Bayangkan atau deskripsikan secara singkat rincian Jenis Kemampuan apa yang Tuan Ingin Ciptakan dalam 5 kata>


Bersamaan dengan ucapan Nusa, akupun menggunakan kemampuan [Create] seperti yang ia sarankan padaku. Dilihat dari namanya saja aku sudah tahu jenis kemampuan ini adalah untuk menciptakan sesuatu tapi hanya satu yang aku tidak habis pikir adalah “kenapa semua nama [Skill] atau Kemampuan yang si Sialan sebutin dari tadi Pake Bahasa Inggris terus ?”


Cepat, Cahaya, Otomatis, Vital, Tepat


Sesaat aku membayangkan jenis serangan yang ingin aku Ciptakan dalam 5 kata, sebuah layar kembali muncul dihadapanku dan menyuruhku untuk menyebutkan 5 kata tersebut dengan lantang. Walaupun tulisan pada layar tersebut menggunakan bahasa asing entah kenapa aku merasa paham akan apa yang disampaikan pesan tersebut.


Sroff (Cepat) à Amf (Cahaya) à Kroul (Otomatis) à Freim (Vital) à Srack (Tepat) = Amf Sroul


Seketika aku selesai menyebutkan bahasa yang bahkan aneh menurutku namun hal yang lebih aneh lagi adalah aku mengerti apa yang aku ucapkan beberapa saat yang lalu, sebuah sinar kecil seukuran ibu jari balita berumur satu tahun muncul didepanku dan sesaat aku memikirkan untuk menyerang Minotaur yang diproyeksikan oleh kemampuan [Nature’s Eyes], tanpa kusadari sinar kecil yang beberapa saat lalu muncul didepanku, kurang dari satu detik telah menembus organ vital Minotaur berkali-kali. Walaupun aku tidak yakin apakah struktur organ yang dimiliki oleh Minotaur mirip dengan manusia atau tidak namun setidaknya yang kulihat saat ini adalah [Amf Sroul] atau sinar kecil layaknya sebuah Railgun yang bisa dikendalikan menembus organ Minotaur mulai dari Jantung, lambung, hati, usus, pankreas, Ginjal, hingga mata. Setidaknya satu hal yang kuketahui saat ini adalah menambahkan [Freim] atau Vital pada bagian definisi untuk kemampuan [Create] sama saja dengan semua organ vital yang dimiliki oleh target.


Ketika aku memastikan bahwa wanita itu aman, aku kembali memfokuskan konsentrasiku kepada telapak tangan kananku yang sejak tadi menggunakan kemampuan [Absorb] untuk menyerap semua serangan berskala besar dari ke-11 makhluk suci dan tanpa kusadari darah segar sudah mengalir ketanganku dan akhirnya menetes kelantai seketika mencapai sikut. Melihat hal ini untuk beberapa alasan aku mulai merasa mual dan lemas.


“Oi ! Sialan ! Sampe Kapan Gua harus Kaya Gini Terus ! AAARRRGGGHHH!”


<Bersabarlah Tuan, Tahan dan tetap fokus sekitar 10 menit lagi>


Tch! 10 menit lagi ? jangan bercanda !


Selagi aku tetap memfokuskan pandanganku namun entah kenapa bokongku yang sejak tadi terekspos terasa kering. Biarpun seharusnya adegan dimana aku menyerap seluruh kemampuan yang dahsyat ini terlihat keren dan hebat dimata orang lain namun sayangnya sejak awal aku tiba di tempat aneh ini tidak sedikitpun aura kekaguman tertuju kearahku. Satu-satunya perasaan yang kurasakan dari orang-orang yang melihatku hanyalah “Menjijikan !”


Tanpa harus diungkapkan dengan kata-katapun aku paham… aku paham bahwa keadaan dimana seorang anak laki-laki berumur 19 tahun dengan baju lengkap tanpa mengenakan celana sehelaipun terduduk di sebuah toilet selagi mengeluarkan atau bahasa halusnya adalah “Setor hasil” ditengah medan perang ke-12 kerajaan dan menghalau serangan berskala besar dari ke-11 makhluk suci itu jelas-jelas “Menjijikan”, bahkan Grim Reaper aja sampe senyum kaya gitu. Ayam Kate yang pake julukan [The Emperor] aja sampe guling-guling begitu di awan.


“Oi ! Sialan ! sumpah ini mah, Gua udah ga kuat kepala gua pusing kehabisan Darah ini Oi !”


<Tuan Tenang tinggal 1 menit kurang>


“Tch ! AAAAARRRRRGGGGG !!!”


Menjentikkan lidah selagi meraung kesakitan, kutahan seluruh rasa sakit yang menyengat tangan kananku. Jujur saja aku bahkan tidak habis pikir bahwa tangan kanan yang sudah tidak bisa kurasakan lagi karena kehilangan banyak darah sejak tadi masih bisa menopang lurus menyerap seluruh serangan dahsyat ini.


Sesaat aku melihat kearah buku sialan, buku yang sebelumnya sudah berubah warna menjadi biru metalik mulai bersinar kembali. Namun sayangnya sinar tersebut entah kenapa terasa seperti ditahan dan tidak lekas berubah warna.


Kualihkan pandangan sekali lagi menuju langit, dimana ke-11 makhluk suci berada. Entah pandangan mataku yang mulai kabur karena kehilangan cukup banyak darah ataupun jauhnya jarak pandang terlebih lagi awan gelap yang menghalangi datangnya sinar mentari membuat pandangan semakin berkurang namun yang kulihat ke-11 makhluk suci tersebut mulai memudar seakan-akan menguap dibalut oleh cahaya.


<Sepertinya sekarang sudah saatnya, Tuan !>


“Saatnya !? Muka lu Saatnya ! Apanya yang Saatnya !? Mata gua Udah Gelap nih !”


<Kalau Begitu Tuan tidak perlu banyak pertanyaan cukup ulangi apa yang saya ucapkan>


“Yaudah Cepetan”


Selagi aku memperhatikan keadaan sekitarku dan mencoba untuk fokus, sesaat kemudian mungkin lebih tepatnya sekitar 5 detik sebelum serangan ke-11 makhluk suci yang kuserap sejak tadi selesai kuserap menggunakan [Absorb]—


<Tuan Sekarang ! Ucapkan…>


“[Teleport] !

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
 
close
   
close