Chapter 5 – Pohon
[3rd Person Point of
View]
“Suuuu~… huuuuuu~…”
[Suara kicauan burung]
Dibawah sinar matahari yang mulai menampakkan dirinya, kawanan burung
menyanyikan lantunan nada merdu yang saling bersahut-sahutan layaknya sebuah
paduan suara tanpa lirik. Suara angin berhembus pelan membuat beberapa dahan
pohon, bunga, rumput, bahkan permukaan air saling berdansa satu sama lain.
Hamparan lautan berwarna hijau nan luas namun astri ini membuat siapa saja yang
melihatnya merasa nyaman dan damai.
“Suuuuuu~… huuuuuuu~…”
Dibawah sebuah pohon rindang dimana setiap daunnya menyapa lembut siapa saja
yang melihatnya, terdengar suara seorang lelaki sedang tertidur pulas. Suara
dengkuran yang bahkan dapat merusak harmoni diantara lantunan nada alam yang
saling bersahutan semakin lama terdengar semakin keras.
<Tuan ! Cepat Bangun, Tuan !>
“Suuuu~… huuuu~…”
Suara yang berasal entah darimana datangnya berusaha membangunkan anak
lelaki yang sedang tertidur pulas tersebut. Suara yang terdengar seperti suara
seorang “om-om” yang sedang menggoda seorang lelaki dalam tidurnya ini dapat
dipastikan membuat siapa saja yang mendengarnya langsung bermimpi buruk.
Anak lelaki yang sedang tertidur pulas itu mengenakan sebuah baju kemeja
berkerah warna hitam dengan rompi biru yang menutupi seluruh kancing bagian
depannya dan terdapat hoodie dibagian
belakang rompi tersebut. Namun, jika ditelusuri lebih lanjut kebagian bawah
tubuhnya, dilihat dari sudut pandang manapun juga baik orang yang mengenalnya
ataupun tidak mereka hanya bisa berpikir bahwa anak lelaki itu hanyalah orang
mesum yang tertidur dibawah pohon tanpa mengenakan celana ataupun pelindung “Adik”-nya.
<Tuan ! Tuan ! Cepat Bangun !
Gawat !>
“hmm… ? huuuuuaaaaa~…”
Setelah berkali-kali dibangunkan oleh suara “om-om”, akhirnya lelaki
itupun membuka sedikit mata kanannya selagi menguap lalu setelah itu ia meregangkan
badannya. Beberapa menit kemudian akhirnya anak lelaki itu memutuskan untuk
duduk dan memperhatikan keadaan disekelilingnya selagi mengusap kedua matanya
yang masih mengantuk.
Pertama ia melihat sebuah pohon rindang besar setinggi kurang lebih 3 meter
berada tepat dihadapannya. Namun, seketika ia melihat daun yang berada dipohon
itu ia secara tidak sadar bergumam “ah ! ini mimpi ya?”. Bagaimana tidak,
pasalnya daun pada pohon tersebut yang saat ini ia lihat memiliki dua warna
yaitu biru dan ungu. Melihat hal ini ia pun segera mengalihkan pandangannya
kearah sekitarnya namun yang ia lihat hanyalah hamparan rumput hijau luas
disebelah kiri dan padang bunga berwarna merah dan putih disebelah kanan.
Beberapa saat kemudian, ia pun berdiri dan melihat sebuah sungai dengan
lebar sekitar dua meter dengan kedalaman sekitar 30 – 50 cm dengan permukaan
yang sangat bening atau transparan karena masih bersih dan alami sehingga
berbeda jauh dengan sungai-sungai yang terdapat di Jakarta. Selain itu sungai
tersebut membentuk “¤” dimana lingkaran bagian tengah adalah tempat anak lelaki
saat ini berada dan garis hitam yang mengelilinginya adalah sungai jernih
tersebut. Hanya saja yang menyatukan kesetiap daratan yang dilalui oleh sungai
tersebut adalah jembatan kayu bergaya Jepang.
Melihat pemandangan ini anak lelaki itu hanya bisa terdiam kagum dengan
mata berbinar-binar layaknya seorang bayi yang baru saja melihat sebuah mainan
baru. Sejauh mata memandang hanya pemandangan asri yang dilihat oleh anak
tersebut. Tanpa gedung-gedung tinggi, suara bising kendaraan, ataupun kemacetan
yang hanya membuat penat kepala setiap kali ingin beraktivitas diluar rumah dan
yang lebih penting lagi udara yang sejuk tanpa asap kendaraan bermotor membuat
anak lelaki itu kembali segar seketika—
<Tuan !>
“!”
Disaat ia mendengar suara yang memanggil dirinya dengan sebutan “Tuan”
dan tentu saja dengan nada “om-om” genit, ia merasa seperti mendengar sebuah
retakan keras dihatinya tersebut.
Sebisa mungkin ia mengabaikan suara yang memanggilnya itu. Namun, semakin
lama ia mendengar suara itu semakin menjengkelkan pula didengar olehnya.
<Tuan ! Gawat ! cepat Pakai
Celana Tuan ! Atau… Tuan akan Dikira Sebagai Orang Mesum !>
“!”
Mendengar ucapan dari suara yang entah darimana datangnya itu, anak
lelaki itu melihat kearah bagian bawah tubuhnya dimana “Sang Adik Kecil
Perkasa” miliknya sedang bergelantung bebas diudara—
“Ah ! Ternyata bukan Mimpi ya ! Sialan !” begitulah pikirnya selagi
mulutnya terbuka lebar karena mengingat kejadian yang ia alami beberapa saat
sebelumnya. Kejadian dimana ia muncul secara tiba-tiba ditengah medan perang
ke-12 kerajaan saat sedang “Setor Hasil” ditambah lagi, ia juga membuat marah
ke-11 makhluk suci pada saat itu. Bagaimanapun orang melihatnya, anak laki-laki
itu benar-benar sial.
“Ah ! Benar juga…”
Mengingat sesuatu, ia pun segera pergi menuju tempat dimana sungai
berada—
***
“haaa~… haaa~… jangan bilang ini…!?”
Ditempat lain, lebih tepatnya disisi belakang pohon dengan warna biru dan
ungu dimana berseberangan dengan anak laki-laki itu berada, seorang pengembara
dengan pakaian menyerupai seorang penyihir dengan warna coklat kusam, namun
tentu saja ia bukan penyihir, sedang berjalan menuju ke arah sungai berbentuk “¤” selagi terengah-engah.
Pengembara laki-laki berumur sekitar 60 – 70 tahun ini memiliki mata
bahagia layaknya ia menemukan apa yang telah ia cari selama bertahun-tahun. Dan
tentu saja yang ia cari adalah—
“Pohon Arg Gruf ! akhirnya…
setelah 58 tahun terus mencari akhirnya…”
Pohon [Arg Gruf] menurut
legenda merupakan sebuah pohon legendaris yang memiliki dua buah warna dimana
berada disebuah daratan yang dikelilingi oleh sungai jernih dan pemandangan
yang indah. [Arg Gruf] sendiri
berasal dari kata [Harya] dimana [Argna] yang artinya Keajaiban dan [Grufon] yang artinya alam. Sehingga
secara lateral [Arg Gruf] sendiri
dapat diartikan sebagai Keajaiban Alam.
“Ternyata… Arg Gruf… memang…
bukanlah… legenda… biasa…”
Suara pengembara tua itu terengah-engah namun dengan tenaganya yang telah
tersisa sedikit tetap berusaha untuk memastikan bahwa informasi mengenai pohon
[Arg Gruf] itu bukanlah omong kosong
belaka.
Selain itu menurut legenda, pohon ini dapat menciptakan sebuah keajaiban
dimana bagi siapa saja yang dapat memakan salah satu daunnya yang memiliki
warna yang lebih terang akan mendapatkan masa mudanya kembali dan bagi siapa
saja yang memakan daun yang memiliki warna paling gelap akan memiliki kemampuan
mengendalikan [Mana] yang lebih
besar dibanding yang lainnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa bagi mereka yang meminum air sungai yang
berada dekat dengannya bisa menyembuhkan penyakit jenis apapun itu dan bagi
mereka yang bahkan bisa menemukan buah yang sudah terjatuh ke sungai dapat
dijual dengan harga yang sangat tinggi karena khasiatnya yang bisa membatalkan
segala jenis kutukan. Menurut info yang beredar di masyarakat tekstur buah yang
sudah sangat matang dan terjatuh dari pohon [Arg Gruf] itu sangat lembek dengan aroma yang khas dan sangat
wangi.
“haaa~… haaa~… (Glek… Glek… Glek…) Ah~… segarnya…”
Setelah pengembara tua itu sampai
ditepian sungai, tanpa berpikir panjang ia pun segera meminum air sungai itu.
“!”
Tanpa ia sadari seluruh tubuhnya tiba-tiba saja diselimuti oleh sebuah
cahaya hangat berwarna biru muda. Cahaya yang menyelimuti tubuhnya tersebut
memancarkan aura kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan. Kehangatan yang
bahkan meresap hingga keseluruh pori-pori kulitnya yang sudah keriput tersebut.
Sebuah kehangatan yang bahkan… membuat air matanya mengalir begitu saja.
“ah ! kenapa ini… air mataku…”
Selagi lelaki tua itu mengusap air matanya, ia meneguk air jernih yang
terus mengalir dari sungai tersebut tanpa henti—
“benda apa itu ?”
Selagi lelaki tua itu meneguk air dari sungai tersebut, ia melihat sebuah
benda bulat berwarna coklat pekat mengambang diatas aliran sungai.
“jangan bilang itu—”
“!” Sebelum lelaki tua itu menyelesaikan ucapannya, tanpa ia sadari air
jernih dan segar yang telah ia teguk sejak tiba di sungai ini tiba-tiba berubah
rasa. Rasa segar yang sejak tadi ia rasakan berubah seketika menjadi sebuah
rasa yang bahkan ia sendiri tidak bisa ungkapkan dengan kata-kata.
“…”
Laki-laki tua itu terdiam beberapa saat dan berusaha untuk mengingat rasa
air sungai yang telah berubah menjadi sedikit asam namun juga kecut.
“Ini !”
Disaat laki-laki tua itu menyadari sesuatu mengenai perubahan rasa yang
tiba-tiba tersebut, ia pun kembali mengingat sebuah legenda yang mengatakan
bahwa buah dari [Arg Gruf] dapat
mengubah rasa apapun yang bersentuhan dengannya bahkan rumput liar sekalipun
akan menjadi masakan kelas satu jika telah bersentuhan dengan buah legenda ini
selama lima detik saja.
***
“Haaaaa~… huuu~… akhirnya selesai juga…”
Ditempat lain, seorang anak laki-laki yang sejak kemarin memiliki nasib
yang buruk dan emosi yang tidak stabil akibat semua kejadian tidak masuk akal
yang ia alami, untuk pertama kalinya merasa lega.
Saat ini anak laki-laki----Rio sedang berdiri di dekat pohon berdaun biru
dan ungu tersebut. Setelah ia selesai mengenakan celananya yang ia ambil
dibilik toilet yang berada disebelah kanan pohon tempat ia berada saat ini, ia
termenung beberapa saat selagi memeriksa barang-barangnya yang berada didalam Shoulder Bag berwarna biru dengan “retsleting” putih miliknya.
Smartphone, Charger,
dompet, payung, tali tambang dan pisau belati pramuka yang selalu ia bawa, 3
buah buku kosong, 2 kotak pulpen “Medium”
sebagai cadangan, 2 buah roti rasa coklat keju, serta air minum dalam botol
berwarna putih yang sudah tersisa sedikit----setidaknya itulah barang-barang
yang berada didalam Shoulder Bag
miliknya saat ini.
“Seriusan !? Kalo gini gimana gua bisa hidup sampe besok…”
Meratapi nasibnya saat ini, muka Rio berubah menjadi pucat seketika—
<Tuan ! Tolong bantu Saya Tuan
!>
Mendengar suara minta tolong bernada layaknya seperti “om-om”
genit----Nusa memanggil nama “Tuan”-nya berkali-kali. Mendengar suara yang entah
darimana asalnya, Rio berusaha mengabaikannya dengan sepenuh hati. Namun, saat
ia berpikir bahwa penyebab ia berada ditempat ini adalah Nusa, ia pun berusaha
mencari arah suara tersebut berasal.
<Tuan ! Diatas Pohon !>
Melihat kearah yang disebutkan, Rio menemukan sebuah buku berwarna biru
donker tersangkut di ranting pohon berdaun biru dan ungu yang berada
dihadapannya saat ini.
“Ngapain lu disitu ! Ga bisa turun sendiri apa lu !?”
Selagi tertawa, Rio meledek Nusa yang berada diatas pohon.
<Kalau Saya Bisa Turun Sendiri
Juga Saya Sudah Turun Dari Tadi Tuan…>
Setelah Nusa menyelesaikan kalimatnya, Rio segera memanjat pohon tersebut
karena baginya ada banyak sekali pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada Nusa.
Setelah ia sampai di dahan pohon dimana Nusa berada ia pun segera mengambil
Nusa yang tersangkut disekitar ranting pohon.
Disaat ia akan melompat ke permukaan tanah, ia melihat sebuah pemandangan
indah didepannya. Pemandangan dimana sejauh mata memandang wilayah ini dipenuhi
oleh rerumputan hijau luas dan padang bunga berwarna merah dan putih serta
dikelilingi oleh pepohonan hijau rindang yang menjadi batas pemisah antara
wilayah ini. Selain itu, gunung-gunung berwarna biru yang terlihat dari tempat
ini menambahkan kesan asri pada wilayah ini. Dan disaat mengalihkan
pandangannya kebelakang ia melihat lautan luas yang berada dibalik pepohonan
hijau rindang yang mengelilingi wilayah ini.
“Kalo aja kemaren gua ga Ngalamin hal nyusahin… pasti sekarang gua seneng
banget ada ditempat kayak gini…”
Rio bergumam mengenai pemandangan disekitarnya saat ini selagi menghela
napas.
<Saya Berani Jamin Tuan akan
menemukan banyak hal baru ditempat ini>
Mengabaikan ucapan Nusa, Rio bersiap-siap untuk melompat ke permukaan
tanah. Namun, disaat ia akan melompat disaat itu pula ia melihat pemandangan
baru didepannya. Pemandangan dimana seorang lelaki tua berumur sekitar 60 – 70
tahun sedang memakan “Hasil Setor”-an Rio selagi menangis terharu dan setiap
kali ia memakannya ia memuntahkannya kembali dan adegan ini berlangsung hingga
lelaki tua tersebut terbujur lemas tidak berdaya.
“…”
<…>
Melihat hal ini Rio dan Nusa hanya bisa terdiam. Beberapa saat kemudian
Rio pun akhirnya melompat dari dahan tempat ia berada lalu berjalan ketempat
dimana ia menaruh barang-barangnya tersebut. Setelah ia duduk bersandar pada
pohon dengan dua warna itu—
“Oiiii~!? apa lu tadi liat sesuatu… sesuatu kayak kakek-kakek terharu
sambil makan ‘Hasil Setor’-an gua gitu ?”
<Tenang Tuan Tadi Hanya
imajinasi Tuan Saja !>
“Bener juga… Cuma imajinasi, kan ya ? Cuma Imajinasi… nah yang tadi itu
bener imajinasi,kan ya ?”
<iya… Tuan Tenang Saja Cuma
Imajinasi… hmm Cuma imajinasi !>
Setelah mereka berdua memastikan hal ini dan mencapai suatu kesepakatan,
mereka pun hanya bisa terdiam membisu mengamati aliran air sungai yang terus
mengalir tanpa henti.