Chapter 24 – Jatmiko,
Sang [Ghost Initiator]
[3rd
Person Point of View – Mas Jat As Center Point]
[Suara Pedang Diayunkan Dengan Sekuat Tenaga]
“Uwaa~ Hampir saja ?! Yang lebih
penting… Mas Poc jangan malah sembunyi tapi bantu ane kenapa ?!”
“Tch !”
Sesaat sebelum seluruh bandit
menyerang Mas Jat, disaat yang bersamaan Pocong yang sejak tadi menemani Mas
Jat secara tiba-tiba mengusulkan jika ia merasakan keberadaan orang ke-10
sehingga ia memilih untuk mencari orang yang dimaksud oleh Mas Poc namun….
Sial
kenapa ane malah ketipu sama si kamvret ya ?! Kalau dipikir-pikir lagi sejak
kapan Mas Poc bisa merasakan keberadaan seseorang lebih hebat dari ane ?
“Awas saja kalau ketahuan dimana itu
makhluk bersembunyi ! Ane abisin tuh Pocong satu !”
Walaupun Mas Jat memikirkan hal lain
ditengah-tengah pertarungan dengan para bandit, bukan berarti konsentrasi Mas
Jat terpecah justru sebaliknya, Mas Jat sangat tenang dan masih menunjukkan
sikap santainya selagi terus menghindari setiap gerakan dari para bandit yang
berusaha menyerangnya.
Melompat menghindari anak panah yang
dilepaskan kearahnya dari titik buta, menundukkan kepala selagi membenarkan
sandal jepit dengan merek “Selow” yang merupakan salah satu ciri khasnya seraya
menghindari tebasan sebilah pedang, menghindari setiap bilah tombak yang
didorong kearahnya selagi membenarkan jaket putih miliknya, dan bahkan melompati
tebasan sebilah pedang panjang lalu menginjaknya untuk mengambil buah [Apegur] yang berada didekat salah satu
bandit dan terus menghindari setiap serangan selagi memakan buah tersebut.
Siapapun yang melihat adegan ini tanpa mengetahui keadaan yang sebenarnya
mungkin akan berpikir bahwa mereka semua sedang berlatih atraksi untuk sebuah
pertunjukkan sirkus. Setidaknya sesantai itulah Mas Jat menghadapi situasi ini.
“Tapi dilihat darimanapun kalian ini
amatiran ya ?”
“Ap—”
“Iya maksud ane dari cara kalian
menyerang dan memegang pedang terlihat sangat berantakan walaupun ane juga gak
bisa bilang kalau teknik pedang ane bagus, tapi… Biar ane akui kalau koordinasi
kalian memang sangat baik”
“Bocah sialan !”
***
[1st
Person Point of View – Pocong As Center Point]
Mas Jat kayaknya gak akan tahu kalau
ane lagi mengamati dari belakang pohon ini kufufufu~. Nanti kalau ditanya
dimana orang ke-10 yang ane cari, ane jawab aja “Kabur Mas Jat *Tehe”. Kalau
dipikir-pikir juga, mana mungkin ane bisa merasakan hawa keberadaan seseorang
lebih hebat dari Mas Jat.
Lagipula Mas Jat itu harusnya lebih
mengandalkan ane sebagai Partner
dong. Biar ane kasih tahu ya, ane ini dari ras Pocong. Mungkin ras ane itu
kelihatannya lemah Karena kebanyakan orang lebih memilih untuk menilai seseorang
dari penampilan luarnya saja tanpa menghiraukan hal lainnya. Tapi asal tahu
saja ya, ras ane ini adalah salah satu ras tertua di negara asal Mas Jat, jadi
jangan anggap kalau ane itu lemah karena tidak pernah menunjukkan kekuatan ane
yang sebenarnya. Lagipula kalau ane serius, mau jadi apa tempat ini ? Lautan
api kedua, begitu ? Heh ! Jangan bercanda ! Nanti ane juga yang repot akhirnya.
Oleh Karena itu ane lebih memilih untuk berdiam ditempat ini.
Ah ! Ini bukan berarti ane takut
ataupun berpikir kalau ane hanya akan menghambat Mas Jat jika berada disana,
oke ?! Ane disini hanya… Hanya… Ah ! Benar juga, ane hanya ingin mengamati
sejauh apa perkembangan Mas Jat tanpa ane disisi Mas Jat. Benar hanya ingin
mengamati perkembangan Mas Jat. Jika keadaan sudah sangat genting mungkin ane
harus turun tangan untuk membereskan sisanya tapi kalau ane turun tangan
sekarang, Mas Jat tidak akan berkembang. Oleh sebab itu untuk saat ini lebih
baik ane mengamati Mas Jat layaknya seorang ibu yang mengawasi anaknya saat
mencoba melakukan perkenalan pertama saat ditaman kanak-kanak.
Lagipula Mas Jat apa-apaan coba, masa
ane sendiri yang harus nunggu dipojokkan sih. Itu bocah yang kepalanya licin
kayak piring aja dapet tugas masa ane kagak. Ane juga kan mau sekali-kali
diandalkan. Selain itu, kenapa selalu Nenek tua itu sih yang disuruh mengintai
? Ane juga kan bisa Sat Set Sat Set
kayak siapa itu… Ah ! Iya itu James… James Rubono ! Itu loh… Agen mata-mata
profesional yang sering ada di Tv itu.
Ah ! Seperti yang
diharapkan dari Mas Jat, menghadapi 9 orang yang main keroyokkan sudah kayak
latihan akrobat saja. Seperti yang diharapkan dari anak didik ane… ayah bangga
denganmu, Nak !
Kalau Mas Jat
dengar, ane bisa disiksa ini, mudah-mudahan gak ada yang dengar !
Buset dah, Mas Jat
! Masih sempat-sempatnya makan [Apegur].
Aduh air liur ane
keluar gawat !
Slurp…
Waduh kayaknya enak
tuh…
Tapi dilihat
darimana juga, mereka gak cocok jadi lawan Mas Jat sama sekali. Ane jadi
kasihan sama banditnya kalau begini… Semoga mereka tidak patah semangat
dipermainkan oleh Mas Jat.
Walaupun gak
terlalu kedengaran, kayaknya kebiasaan Mas Jat kambuh lagi tuh. Mengomentari
lawan ditengah-tengah pertarungan seperti itu. Haaaa~ gak aneh kalau lawannya
jadi kesal begitu.
Hmmm ? Apa itu ?
Batu ? Tapi batu apa itu ? Bukannya diameternya terlalu besar ? Gawat ! Mas Jat
! Awas !
***
[3rd
Person Point of View – Mas Jat As Center Point]
Haaa~ melelahkan ! Sangat melelahkan !
“haaa !”
“Hup !”
Selagi menguap,
Mas Jat dapat dengan mudahnya menghindari setiap serangan yang diarahkan
kepadanya. Ia menghindari setiap serangan tersebut bagaikan menghindari sebuah
lemparan pasir yang anak kecil berumur sekitar 3 sampai 5 tahun.
Jika diperhatikan
dengan seksama, kesembilan bandit itulah yang sudah kelelahan menghadapi Mas
Jat yang hanya menghindar tanpa menyerang mereka sekalipun dan sebaliknya
setiap kali Mas Jat menghindari serangan mereka, ada saatnya mereka mengenai
teman sendiri sehingga keseluruhan luka yang diterima oleh bandit-bandit itu
selain bekas jeratan disekitar kulit mereka digoreskan oleh teman mereka
sendiri sesama bandit.
Kaki tergores
akibat ayunan pedang, pundak tertusuk akibat dorongan tombak yang ingin mengenai
Mas Jat namun dengan lincahnya dihindari Mas Jat, bahkan panah yang hampir saja
mengenai selangkangan seorang bandit lelaki sehingga membuatnya terdiam membatu
Karena kaget… mungkin dapat dikatakan jika ia pingsan ditempat Karena ketakutan
kehilangan bola emas miliknya.
Mungkin ini yang dikatakan mereka yang berbuat, mereka
juga yang harus bertanggung jawab… Ah ! Benar juga !
“Hei ! Apa kalian
tahu siapa yang menghancurkan hutan ini ? *Hup… *Sat…”
“Kalau tahu
memangnya kenapa, Hah ?!”
“Kami tidak ada
niat untuk memberitahukan hal itu kepada bocah sepertimu”
“Haaa~ gagal, kah
? Kalian ini kenapa tidak bisa diajak bekerja sama sih ? Kalau beginikan hanya
menambah kerjaan ane saja tahu”
Setelah mendengar
jawaban dari beberapa bandit, membuat Mas Jat menghembuskan napasnya karena
lelah dengan sikap yang ditunjukkan oleh para bandit yang hanya akan
menambahkan pekerjaannya.
[Suara Gemuruh]
“Hmm ?! Benda apa
itu ? Batu ?! Tapi bukankah itu terlalu besar ?”
[Suara Gemuruh Semakin Keras Seiring Jarak
yang Semakin Mendekat]
“Ap—”
Gawat Kalau Ane menghindar sekarang, orang-orang
kamvret ini pasti kena Karena dari tingkah laku mereka sepertinya tidak ada
yang menyadarinya tapi dengan kecepatan seperti itu dan jumlah yang banyak…
tidak salah lagi ! Kemungkinan dialah yang menghancurkan hutan ini !
“Melihat kemana
kau bocah ! Ha !”
“Diam sebentar
kamvret ! *Hup”
[Suara Orang Dilompati Lalu Diinjak Kepalanya]
[Suara Orang Terseret Dengan Muka Menghadap
Ketanah]
“Ua !”
Selagi tetap
memasang senyum diwajahnya, Mas Jat menghindari serangan dari salah seorang
bandit yang sama sekali tidak mengetahui situasi mereka saat ini dengan sangat
mudahnya. Hal ini membuat Mas Jat menjadi sedikit kesal dan memilih untuk
melompat lalu menginjak kepala bandit tersebut setelah itu ia berdiri disalah
satu batang pohon [Apegur].
Kalau begini bisa gawat ! Sial ! Si Kamvret satu
kemana sih !
“Mas Jat ! Awas !”
“Eh ! Kam—”
Sebelum
menyelesaikan kalimatnya, punggung Mas Jat disundul oleh makhluk yang seluruh
tubuhnya dibalut oleh kain putih yang diikat dibeberapa bagian badannya.
[Suara Orang Jatuh Dari Pohon Setinggi 2-3
Meter]
“Kamvret ! Lu mau
apa—”
[Suara
Pohon Hancur Oleh Batu Besar yang Jatuh Dari Arah Langit]
Sebelum selesai
memarahi Pocong, Mas Jat melihat Pohon tempat ia berdiri beberapa saat lalu
hancur oleh serpihan batu besar yang berasal dari arah langit. Melihat hal ini,
mata Mas Jat hanya bisa terbuka lebar Karena ia sendiri sama sekali tidak
menyadari hal tersebut. dan Karena Pocong juga ia berhasil diselamatkan karena
kesalahannya itu.
“Mas Jat ! Ini
bukan saatnya untuk Memara—bertengkar ! Kalau seperti ini terus, hutannya bisa
tambah hancur !”
“Benar juga tuh !”
Disaat Mas Jat dan
Pocong sedang membahas hal tersebut, terdengar suara teriakan penuh dengan rasa
takut dan juga kebingungan dari arah belakang mereka berdua. Melihat kearah
suara-suara itu datang, Mas Jat melihat orang-orang yang beberapa saat lalu melawannya
berlarian untuk menyelamatkan nyawa mereka setelah melihat jumlah dari batu
yang saat ini sedang menuju kearah mereka semua dengan kecepatan tinggi.
“A-apa itu ?! Apa
yang sebenarnya terjadi ?! Batu ?! Tapi… Batu Apa itu ?!”
“Oi ! Yang lebih
penting lagi, Lihat Itu ?!”
“Batunya ! Batunya
menuju kearah sini !”
“Gawat ! Lari !”
Haaaa~ lagi-lagi pekerjaan lainnya… Hari ini kayaknya
terlalu menyebalkan !
Setelah duduk sila
untuk beberapa saat, Mas Jat melihat keadaan dibelakangnya dan dengan santainya
Mas Jat berdiri selagi mengusap rambutnya dengan tangan kirinya. Menghembuskan
napasnya dengan sedikit perasaan kesal karena ia merasa semua tugas yang ia
lakukan bertambah satu demi satu, Mas Jat menghadap kearah datangnya batu besar
yang menuju kearahnya dengan jumlah yang sangat banyak. Mengarahkan telapak
tangan kanannya kearah datangnya batu itu—
“Pocong ! Jadilah
Senjata”
“Siap, Mas Jat !”
“[Sword Ghost] !”
Sejumlah kabut
tebal pekat berwarna hitam mulai mengelilingi tubuh pocong dan berkumpul tepat
kearah telapak tangan Mas Jat. Disaat seluruh tubuh Pocong sudah tertutupi oleh
kabut tebal, sebuah pedang muncul tepat dihadapan Mas Jat.
Sebuah Pedang
berwarna Hitam dengan pinggiran putih dengan 3 buah lentera berwarna biru
menyerupai arwah mengelilingi pedang tersebut. jika diperhatikan lebih dekat,
dapat dilihat jika pedang tersebut memiliki aksesoris yang menyerupai muka
pocong dengan gagang berbetuk tali pocong bagian atas.
Digenggamnya
pedang tersebut erat-erat oleh Mas Jat dan tidak lama setelah itu tubuh pocong
menghilang bersamaan dengan termaterialisasinya pedang dengan nama [Sword Ghost] tersebut.
Diayunkannya
pedang tersebut berkali-kali diruang kosong antara batu besar dan Mas Jat dan
dalam satu kedipan mata, Tidak terlihat lagi batu besar yang menuju kearah para
bandit dan juga Mas Jat tersebut. Jika dilihat lebih dekat lagi, batu tersebut
sudah hancur berkeping-keping dengan ukuran diameter tidak kurang dari 10 cm.
“Fuuuu~
menyebalkan !”
Melihat reaksi Mas
Jat yang santai dan juga tenang seakan-akan tidak terjadi sesuatu yang
mengancam nyawa, membuat para bandit membuka mulut mereka lebar-lebar.
“Ki-kita… Selamat
?”
“Kita Selamat !”
Teriakan suka cita
terdengar dari arah belakang Mas Jat. Ada yang tertawa tanpa henti, ada yang
jatuh terduduk lemas, dan bahkan ada yang menangis selagi tersenyum. Melihat
adegan itu sekilas, Mas Jat segera meninggalkan para bandit dan menuju kearah
batu besar itu datang.
Sepertinya selesai juga urusan disini… Sekarang
tinggal satu lagi masalahnya !
Mengabaikan para
bandit dibelakangnya, Mas Jat segera menuju ketempat dimana semua sumber
masalah yang ia alami berasal.
“Oi ! Mengapa kau
terdiam seperti itu ?!”
“Pe-pedang itu…”
“Pedang ? Ada Apa
dengan pedangnya ?”
“Kau ! Apa kau
tidak tahu !”
“Untuk apa aku
mempedulikan masalah pedang ? Apa harga jualnya mahal ?”
“Dasar bodoh ! Aku
pernah mendengar isu tentang seorang pengguna pedang saat kita sedang singgah
di [Kerajaan Lotoregna]”
“Jadi, sebenarnya
ada apa dengan pedang itu ?”
“Pedang berwarna
hitam dengan pinggiran putih dan juga lentera biru menyerupai arwah yang hanya
muncul saat ada kabut hitam pekat, tidak salah lagi… Dia… Orang itu adalah
seorang petualang yang mencapai peringkat ‘GH’
hanya dalam waktu 1 tahun”
“Jangan bilang…!”
“Ah ! Walaupun aku
tidak begitu yakin tapi sepertinya dia itu—”
“—Jatmiko, Sang [Ghost Initiator]”
Tentu saja apa
yang para bandit itu bicarakan tidak mencapai telinga Mas Jat sama sekali. Dan
hanya didengar oleh Mbak Kun yang sejak tadi mengamati dari atas karena
khawatir dengan keadaan Mas Jat.