Sunday, December 18, 2016

[Nusantara] Chapter 25 – Informasi I




Chapter 25 – Informasi I

            [3rd Person Point of View – Mbak Kunti As Center Point]

            “Haaaa~ Kenapa selalu aku yang mendapat tugas ini?”

            Dari ketinggian 200 hingga 300 meter dari permukaan tanah dimana hutan [Skyp] berada, terlihat sesosok wanita dengan kain putih yang menutupi seluruh tubuhnya dari leher hingga kaki. Rambut hitamnya yang panjang terurai seakan-akan melambai-lambai akibat terpaan angin ditempat ia berada.

            Mendapatkan tugas dari pemuda bernama Jatmiko, wanita yang dikenal dengan panggilan Mbak Kun ini segera pergi setelah mendengar perintah dari Jatmiko.

            Mengamati keadaan hutan dan mencari sebab dari kehancuran dihutan ini, Mbak Kun sendiri sejujurnya paham jika ini bukanlah hal yang mudah mengingat hutan [Skyp] ini sangat luas. Mungkin dapat dikatakan mencapai 1/3 luas Greenland. Namun jika dikatakan daerah hutan terkecil tentu saja itu adalah bagian Barat dan Timur yang tidak terlalu luas.

            Kenapa selalu Pocong yang harus ada didekat Mas Jat sih! Aku juga kan mau didekat Mas Jat !

            Dengan raut muka yang terlihat kesal sejak pertama kali mendapat tugas dari Jatmiko untuk menyelidiki hutan ini, Mbak Kun hanya dapat menggumam dan protes dalam benaknya. Jika diperhatikan, hal ini juga yang menjadi penyebab Mbak Kun cenderung tidak menyukai Pocong.

            Tidak! Tidak! Kalau aku berpikir seperti itu terus, tugas yang diberikan oleh Mas Jat tidak akan selesai! Selain itu, semakin lama aku menyelesaikan tugas ini, itu berarti semakin lama juga aku bertemu dengan Mas Jat!

            Menggelengkan kepalanya kekiri dan kekanan beberapa kali, Mbak Kun mulai kembali fokus kepada tugas yang diberikan kepadanya. Diamatinya keadaan hutan yang hancur dari atas dengan teliti.

            “Sepertinya, kerusakan ini lebih parah dari apa yang Mas Jat pikirkan…”

            Hampir seluruh bagian hutan yang rusak membentuk suatu pola horizontal. Melihat hal ini, Mbak Kun membuat sebuah kesimpulan jika orang yang menghancurkan hutan ini adalah salah satu [Magic User] bertipe angin atau tanah. Yang membuat Mbak Kun berpikir seperti ini adalah karena tidak adanya tanda-tanda pohon menghitam yang disebabkan oleh api ataupun petir. Selain itu tanah pun tidak terlihat basah sehingga tidak mungkin jika seorang pengguna air yang menghancurkan daerah ini. adapun kesimpulan lain yang ia ambil adalah pengguna bertipe ruang dan waktu atau [Space Time Magic] namun menurut kabar yang beredar saat ini hanya ada 4 orang yang mampu menggunakan kemampuan tersebut terlebih lagi, setengah diantaranya diangkap karena melakukan tindak pelecehan seksual. Dengan kata lain,

            “[Space Time Magic User] hanyalah kumpulan orang mesum”

            Setidaknya itulah yang ada dipikiran Mbak Kun selagi menampilkan raut muka datar selagi mengatakan kalimat tersebut.

            Druak… krak… sraaak…

            “Hmm? Suara apa itu?!”

         Mendengar suara yang sangat keras dari arah kanannya, Mbak Kun mengalihkan pandangannya kearah datangnya suara tersebut. disana ia melihat batu berukuran sangat besar muncul secara tiba-tiba didekatnya.

            “!!!”

[Magic User] pengguna tanah?! Terlebih lagi ada apa dengan batu berukuran raksasa seperti itu?!

            Selagi mendongakkan kepalanya melihat batu besar yang retak hingga kebagian dimana batu tersebut menembus awan lalu hancur berkeping-keping tidak lama setelahnya, membuat Mbak Kun terkejut dan membuka mulutnya lebar.

            “!”

            Gawat! Aku harus segera menghindar!

            Tidak lama setelah ia menyadari situasinya, Mbak Kun segera menghindari retakan batu tersebut.

Setelah memastikan dirinya aman, difokuskan matanya kearah hutan didekat batu tersebut berasal, ia melihat seorang pemuda berambut ungu senja sedang menghindari serangan dari lima orang yang menyerupai bandit.

“Jangan bilang kalau pemuda itulah yang membuat batu tadi?! Gawat! Aku harus segera melaporkan hal ini ke Mas Jat!”

Selain itu aku khawatir dengan keadaan Mas Jat saat ini, terlebih lagi… jika ia bersama dengan Pocong!

Ditinggalkannya tempat tersebut setelah menandai pemuda itu dengan sobekan kain putihnya, Mbak Kun segera menuju kearah dimana tempat Jatmiko berada beberapa saat lalu dengan perasaan khawatir.

Tidak lama setelah ia tiba, Mbak Kun melihat mas Jat dengan mudahnya menghancurkan seluruh retakan batu besar gelombang kedua dengan menggunakan wujud pedang dari pocong, [Sword Ghost].

Walaupun Mbak Kun sempat terdiam dengan perasaan kesal karena Jatmiko menggunakan Pocong, iapun memutuskan untuk melihat Mas Jat beraksi. Namun perasaan kesal itu menghilang setelah Mbak Kun mendengar pujian para bandit yang tanpa mereka sadari diselamatkan oleh Mas Jat. Selagi tersenyum, Mbak Kun pun segera pergi menuju kearah Mas Jat untuk melaporkan tempat pelaku yang menghancurkan hutan [Skyp] ini.

“Mas Jat!”

“Mbak Kun, bagaimana hasilnya?”

***

[3rd Person Point of View – The Tuyuls As Center Point]

            “Dik, tu-tunggu sebentar dong!”

            “Kakak lambat nih!”

            Disaat yang bersamaan dimana Mbak Kun sedang mencari penyebab dari arah atas hutan, dua orang bocah gundul dengan celana boxer berwarna hijau dan biru sedang mencari dari bawah.

            Tidak berbeda dengan Mbak Kun, kedua bocah gundul ini mendapatkan perintah yang sama dari Jatmiko atau yang biasa mereka panggil dengan sebutan Mas Jat. Mereka mendapatkan perintah untuk mencari dari dalam hutan.

            Saat ini mereka berdua sedang berdebat… lebih tepatnya bocah gundul dengan celana hijau tertinggal cukup jauh dari adiknya yang memakai celana berwarna merah.

            Jika dilihat sekilas, muka mereka berdua tidak jauh berbeda, yang membedakan mereka saat ini adalah ekspresi mata, warna celana, dan juga peralatan yang mereka bawa. Bocah gundul dengan celana berwarna hijau membawa panah dan anak panah dipunggungnya, selain itu ekspresinya yang ketakutan membuatnya mudah untuk dibedakan. Sedangkan adiknya memakai celana merah dengan membawa sebilah pisau berwarna hitam dengan raut muka yang tampak selalu bersemangat.

            “A-adik! Aku merasakan sesuatu dari arah kananmu!”

            “Kanan! Siap!”

            “Tu-tunggu!”

            Tanpa mempedulikan kakaknya, bocah gundul dengan celana merah segera menuju kearah kanan. Mengapa bocah gundul dengan celana merah begitu mempercayai kakaknya? Jawabannya mudah, itu karena kakanya ahli dalam melihat energi spiritual seseorang.

            “Tu-tunggu, Dik! Mbak Kun sudah menuju kearah sana lebih dulu!”

            “Mbak Kun… lebih dulu?”

            “Da-dari pada itu, lebih baik ki-kita lurus saja…”

            “Lurus ya! Siap!”

            “A-adik?!”

            Uuuu~ a-adik ini! Aku bahkan belum selesai menjelaskan keadaannya…

            Melihat tingkah adiknya yang selalu saja bersemangat sepanjang tahun membuat bocah gundul bercelana hijau dengan tinggi badan tidak kurang dari 120cm itu menghela napasnya. Walaupun ia senang karena adiknya sangat percaya dengan dirinya, disisi lain ia juga merasa khawatir karena sifat adiknya yang tidak mengenal kata bahaya.

            Selagi kakak dari bocah gundul itu tertinggal dibelakang, adiknya saat ini dengan kecepatan penuh segera menuju kearah yang diberitahukan oleh kakaknya tanpa mempertanyakan alasannya terlebih dahulu. Matanya dan juga gerakannya yang lebih gesit dibandingkan kakaknya yang lebih ahli dalam menggunakan otaknya membuat ia memutuskan untuk selalu berjalan didepan kakak kesayangannya itu dengan maksud untuk selalu sigap jika sesuatu terjadi ditempat yang dituju oleh kakaknya itu, walau kakaknya sendiri tidak mengetahui hal ini.

            “Hmm? Kakak! Aku menemukan sesuatu!”

            “Eh?! Se-sesuatu?!”

            Sekitar 45 menit berselang setelah Mbak Kun berhasil menemukan penyebab kehancuran hutan ini dan bertemu dengan Jatmiko, bocah gundul bercelana hijau itu segera mempercepat langkahnya, setelah mendengar suara dari adiknya. Sesaat ia sampai ditempat adiknya berada ia menemukan seorang anak perempuan yang sedang terduduk tidak sadarkan diri didekat sebuah pohon.

            “I-ini… [Svregna], kan?!”

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
 
close
   
close