Sunday, December 11, 2016

[Nusantara] Chapter 24 – Jatmiko, Sang [Ghost Initiator]




Chapter 24 – Jatmiko, Sang [Ghost Initiator]

            [3rd Person Point of View – Mas Jat As Center Point]

            [Suara Pedang Diayunkan Dengan Sekuat Tenaga]

“Uwaa~ Hampir saja ?! Yang lebih penting… Mas Poc jangan malah sembunyi tapi bantu ane kenapa ?!”

“Tch !”

Sesaat sebelum seluruh bandit menyerang Mas Jat, disaat yang bersamaan Pocong yang sejak tadi menemani Mas Jat secara tiba-tiba mengusulkan jika ia merasakan keberadaan orang ke-10 sehingga ia memilih untuk mencari orang yang dimaksud oleh Mas Poc namun….

Sial kenapa ane malah ketipu sama si kamvret ya ?! Kalau dipikir-pikir lagi sejak kapan Mas Poc bisa merasakan keberadaan seseorang lebih hebat dari ane ?

“Awas saja kalau ketahuan dimana itu makhluk bersembunyi ! Ane abisin tuh Pocong satu !”

Walaupun Mas Jat memikirkan hal lain ditengah-tengah pertarungan dengan para bandit, bukan berarti konsentrasi Mas Jat terpecah justru sebaliknya, Mas Jat sangat tenang dan masih menunjukkan sikap santainya selagi terus menghindari setiap gerakan dari para bandit yang berusaha menyerangnya.

Melompat menghindari anak panah yang dilepaskan kearahnya dari titik buta, menundukkan kepala selagi membenarkan sandal jepit dengan merek “Selow” yang merupakan salah satu ciri khasnya seraya menghindari tebasan sebilah pedang, menghindari setiap bilah tombak yang didorong kearahnya selagi membenarkan jaket putih miliknya, dan bahkan melompati tebasan sebilah pedang panjang lalu menginjaknya untuk mengambil buah [Apegur] yang berada didekat salah satu bandit dan terus menghindari setiap serangan selagi memakan buah tersebut. Siapapun yang melihat adegan ini tanpa mengetahui keadaan yang sebenarnya mungkin akan berpikir bahwa mereka semua sedang berlatih atraksi untuk sebuah pertunjukkan sirkus. Setidaknya sesantai itulah Mas Jat menghadapi situasi ini.

“Tapi dilihat darimanapun kalian ini amatiran ya ?”

“Ap—”

“Iya maksud ane dari cara kalian menyerang dan memegang pedang terlihat sangat berantakan walaupun ane juga gak bisa bilang kalau teknik pedang ane bagus, tapi… Biar ane akui kalau koordinasi kalian memang sangat baik”

“Bocah sialan !”

***

[1st Person Point of View – Pocong As Center Point]

Mas Jat kayaknya gak akan tahu kalau ane lagi mengamati dari belakang pohon ini kufufufu~. Nanti kalau ditanya dimana orang ke-10 yang ane cari, ane jawab aja “Kabur Mas Jat *Tehe”. Kalau dipikir-pikir juga, mana mungkin ane bisa merasakan hawa keberadaan seseorang lebih hebat dari Mas Jat.

Lagipula Mas Jat itu harusnya lebih mengandalkan ane sebagai Partner dong. Biar ane kasih tahu ya, ane ini dari ras Pocong. Mungkin ras ane itu kelihatannya lemah Karena kebanyakan orang lebih memilih untuk menilai seseorang dari penampilan luarnya saja tanpa menghiraukan hal lainnya. Tapi asal tahu saja ya, ras ane ini adalah salah satu ras tertua di negara asal Mas Jat, jadi jangan anggap kalau ane itu lemah karena tidak pernah menunjukkan kekuatan ane yang sebenarnya. Lagipula kalau ane serius, mau jadi apa tempat ini ? Lautan api kedua, begitu ? Heh ! Jangan bercanda ! Nanti ane juga yang repot akhirnya. Oleh Karena itu ane lebih memilih untuk berdiam ditempat ini.

Ah ! Ini bukan berarti ane takut ataupun berpikir kalau ane hanya akan menghambat Mas Jat jika berada disana, oke ?! Ane disini hanya… Hanya… Ah ! Benar juga, ane hanya ingin mengamati sejauh apa perkembangan Mas Jat tanpa ane disisi Mas Jat. Benar hanya ingin mengamati perkembangan Mas Jat. Jika keadaan sudah sangat genting mungkin ane harus turun tangan untuk membereskan sisanya tapi kalau ane turun tangan sekarang, Mas Jat tidak akan berkembang. Oleh sebab itu untuk saat ini lebih baik ane mengamati Mas Jat layaknya seorang ibu yang mengawasi anaknya saat mencoba melakukan perkenalan pertama saat ditaman kanak-kanak.

Lagipula Mas Jat apa-apaan coba, masa ane sendiri yang harus nunggu dipojokkan sih. Itu bocah yang kepalanya licin kayak piring aja dapet tugas masa ane kagak. Ane juga kan mau sekali-kali diandalkan. Selain itu, kenapa selalu Nenek tua itu sih yang disuruh mengintai ? Ane juga kan bisa Sat Set Sat Set kayak siapa itu… Ah ! Iya itu James… James Rubono ! Itu loh… Agen mata-mata profesional yang sering ada di Tv  itu.

Ah ! Seperti yang diharapkan dari Mas Jat, menghadapi 9 orang yang main keroyokkan sudah kayak latihan akrobat saja. Seperti yang diharapkan dari anak didik ane… ayah bangga denganmu, Nak !

Kalau Mas Jat dengar, ane bisa disiksa ini, mudah-mudahan gak ada yang dengar !

Buset dah, Mas Jat ! Masih sempat-sempatnya makan [Apegur].

Aduh air liur ane keluar gawat !

Slurp…

Waduh kayaknya enak tuh…

Tapi dilihat darimana juga, mereka gak cocok jadi lawan Mas Jat sama sekali. Ane jadi kasihan sama banditnya kalau begini… Semoga mereka tidak patah semangat dipermainkan oleh Mas Jat.

Walaupun gak terlalu kedengaran, kayaknya kebiasaan Mas Jat kambuh lagi tuh. Mengomentari lawan ditengah-tengah pertarungan seperti itu. Haaaa~ gak aneh kalau lawannya jadi kesal begitu.

Hmmm ? Apa itu ? Batu ? Tapi batu apa itu ? Bukannya diameternya terlalu besar ? Gawat ! Mas Jat ! Awas !

***

[3rd Person Point of View – Mas Jat As Center Point]

Haaa~ melelahkan ! Sangat melelahkan !

“haaa !”

“Hup !”

Selagi menguap, Mas Jat dapat dengan mudahnya menghindari setiap serangan yang diarahkan kepadanya. Ia menghindari setiap serangan tersebut bagaikan menghindari sebuah lemparan pasir yang anak kecil berumur sekitar 3 sampai 5 tahun.

Jika diperhatikan dengan seksama, kesembilan bandit itulah yang sudah kelelahan menghadapi Mas Jat yang hanya menghindar tanpa menyerang mereka sekalipun dan sebaliknya setiap kali Mas Jat menghindari serangan mereka, ada saatnya mereka mengenai teman sendiri sehingga keseluruhan luka yang diterima oleh bandit-bandit itu selain bekas jeratan disekitar kulit mereka digoreskan oleh teman mereka sendiri sesama bandit.

Kaki tergores akibat ayunan pedang, pundak tertusuk akibat dorongan tombak yang ingin mengenai Mas Jat namun dengan lincahnya dihindari Mas Jat, bahkan panah yang hampir saja mengenai selangkangan seorang bandit lelaki sehingga membuatnya terdiam membatu Karena kaget… mungkin dapat dikatakan jika ia pingsan ditempat Karena ketakutan kehilangan bola emas miliknya.

Mungkin ini yang dikatakan mereka yang berbuat, mereka juga yang harus bertanggung jawab… Ah ! Benar juga !

“Hei ! Apa kalian tahu siapa yang menghancurkan hutan ini ? *Hup… *Sat…”

“Kalau tahu memangnya kenapa, Hah ?!”

“Kami tidak ada niat untuk memberitahukan hal itu kepada bocah sepertimu”

“Haaa~ gagal, kah ? Kalian ini kenapa tidak bisa diajak bekerja sama sih ? Kalau beginikan hanya menambah kerjaan ane saja tahu”

Setelah mendengar jawaban dari beberapa bandit, membuat Mas Jat menghembuskan napasnya karena lelah dengan sikap yang ditunjukkan oleh para bandit yang hanya akan menambahkan pekerjaannya.  

[Suara Gemuruh]

“Hmm ?! Benda apa itu ? Batu ?! Tapi bukankah itu terlalu besar ?”

[Suara Gemuruh Semakin Keras Seiring Jarak yang Semakin Mendekat]

“Ap—”

Gawat Kalau Ane menghindar sekarang, orang-orang kamvret ini pasti kena Karena dari tingkah laku mereka sepertinya tidak ada yang menyadarinya tapi dengan kecepatan seperti itu dan jumlah yang banyak… tidak salah lagi ! Kemungkinan dialah yang menghancurkan hutan ini !

“Melihat kemana kau bocah ! Ha !”

“Diam sebentar kamvret ! *Hup”

[Suara Orang Dilompati Lalu Diinjak Kepalanya]

[Suara Orang Terseret Dengan Muka Menghadap Ketanah]

“Ua !”

Selagi tetap memasang senyum diwajahnya, Mas Jat menghindari serangan dari salah seorang bandit yang sama sekali tidak mengetahui situasi mereka saat ini dengan sangat mudahnya. Hal ini membuat Mas Jat menjadi sedikit kesal dan memilih untuk melompat lalu menginjak kepala bandit tersebut setelah itu ia berdiri disalah satu batang pohon [Apegur].

Kalau begini bisa gawat ! Sial ! Si Kamvret satu kemana sih !

“Mas Jat ! Awas !”

“Eh ! Kam—”

Sebelum menyelesaikan kalimatnya, punggung Mas Jat disundul oleh makhluk yang seluruh tubuhnya dibalut oleh kain putih yang diikat dibeberapa bagian badannya.

[Suara Orang Jatuh Dari Pohon Setinggi 2-3 Meter]

“Kamvret ! Lu mau apa—”

 [Suara Pohon Hancur Oleh Batu Besar yang Jatuh Dari Arah Langit]

Sebelum selesai memarahi Pocong, Mas Jat melihat Pohon tempat ia berdiri beberapa saat lalu hancur oleh serpihan batu besar yang berasal dari arah langit. Melihat hal ini, mata Mas Jat hanya bisa terbuka lebar Karena ia sendiri sama sekali tidak menyadari hal tersebut. dan Karena Pocong juga ia berhasil diselamatkan karena kesalahannya itu.

“Mas Jat ! Ini bukan saatnya untuk Memara—bertengkar ! Kalau seperti ini terus, hutannya bisa tambah hancur !”

“Benar juga tuh !”

Disaat Mas Jat dan Pocong sedang membahas hal tersebut, terdengar suara teriakan penuh dengan rasa takut dan juga kebingungan dari arah belakang mereka berdua. Melihat kearah suara-suara itu datang, Mas Jat melihat orang-orang yang beberapa saat lalu melawannya berlarian untuk menyelamatkan nyawa mereka setelah melihat jumlah dari batu yang saat ini sedang menuju kearah mereka semua dengan kecepatan tinggi.

“A-apa itu ?! Apa yang sebenarnya terjadi ?! Batu ?! Tapi… Batu Apa itu ?!”

“Oi ! Yang lebih penting lagi, Lihat Itu ?!”

“Batunya ! Batunya menuju kearah sini !”

“Gawat ! Lari !”

Haaaa~ lagi-lagi pekerjaan lainnya… Hari ini kayaknya terlalu menyebalkan !

Setelah duduk sila untuk beberapa saat, Mas Jat melihat keadaan dibelakangnya dan dengan santainya Mas Jat berdiri selagi mengusap rambutnya dengan tangan kirinya. Menghembuskan napasnya dengan sedikit perasaan kesal karena ia merasa semua tugas yang ia lakukan bertambah satu demi satu, Mas Jat menghadap kearah datangnya batu besar yang menuju kearahnya dengan jumlah yang sangat banyak. Mengarahkan telapak tangan kanannya kearah datangnya batu itu—

“Pocong ! Jadilah Senjata”

“Siap, Mas Jat !”

“[Sword Ghost] !”

Sejumlah kabut tebal pekat berwarna hitam mulai mengelilingi tubuh pocong dan berkumpul tepat kearah telapak tangan Mas Jat. Disaat seluruh tubuh Pocong sudah tertutupi oleh kabut tebal, sebuah pedang muncul tepat dihadapan Mas Jat.

Sebuah Pedang berwarna Hitam dengan pinggiran putih dengan 3 buah lentera berwarna biru menyerupai arwah mengelilingi pedang tersebut. jika diperhatikan lebih dekat, dapat dilihat jika pedang tersebut memiliki aksesoris yang menyerupai muka pocong dengan gagang berbetuk tali pocong bagian atas.

Digenggamnya pedang tersebut erat-erat oleh Mas Jat dan tidak lama setelah itu tubuh pocong menghilang bersamaan dengan termaterialisasinya pedang dengan nama [Sword Ghost] tersebut.

Diayunkannya pedang tersebut berkali-kali diruang kosong antara batu besar dan Mas Jat dan dalam satu kedipan mata, Tidak terlihat lagi batu besar yang menuju kearah para bandit dan juga Mas Jat tersebut. Jika dilihat lebih dekat lagi, batu tersebut sudah hancur berkeping-keping dengan ukuran diameter tidak kurang dari 10 cm.

“Fuuuu~ menyebalkan !”

Melihat reaksi Mas Jat yang santai dan juga tenang seakan-akan tidak terjadi sesuatu yang mengancam nyawa, membuat para bandit membuka mulut mereka lebar-lebar.

“Ki-kita… Selamat ?”

“Kita Selamat !”

Teriakan suka cita terdengar dari arah belakang Mas Jat. Ada yang tertawa tanpa henti, ada yang jatuh terduduk lemas, dan bahkan ada yang menangis selagi tersenyum. Melihat adegan itu sekilas, Mas Jat segera meninggalkan para bandit dan menuju kearah batu besar itu datang.

Sepertinya selesai juga urusan disini… Sekarang tinggal satu lagi masalahnya !

Mengabaikan para bandit dibelakangnya, Mas Jat segera menuju ketempat dimana semua sumber masalah yang ia alami berasal.

“Oi ! Mengapa kau terdiam seperti itu ?!”

“Pe-pedang itu…”

“Pedang ? Ada Apa dengan pedangnya ?”

“Kau ! Apa kau tidak tahu !”

“Untuk apa aku mempedulikan masalah pedang ? Apa harga jualnya mahal ?”

“Dasar bodoh ! Aku pernah mendengar isu tentang seorang pengguna pedang saat kita sedang singgah di [Kerajaan Lotoregna]

“Jadi, sebenarnya ada apa dengan pedang itu ?”

“Pedang berwarna hitam dengan pinggiran putih dan juga lentera biru menyerupai arwah yang hanya muncul saat ada kabut hitam pekat, tidak salah lagi… Dia… Orang itu adalah seorang petualang yang mencapai peringkat ‘GH’ hanya dalam waktu 1 tahun”

“Jangan bilang…!”

“Ah ! Walaupun aku tidak begitu yakin tapi sepertinya dia itu—”

“—Jatmiko, Sang [Ghost Initiator]”

Tentu saja apa yang para bandit itu bicarakan tidak mencapai telinga Mas Jat sama sekali. Dan hanya didengar oleh Mbak Kun yang sejak tadi mengamati dari atas karena khawatir dengan keadaan Mas Jat.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
 
close
   
close