Sunday, August 14, 2016

[Nusantara] Chapter 7 - Langkah Pertama

Chapter 7 – Langkah Pertama






[3rd Person Point of View]


<Naaa~ Tuan…>


“Hmmm…”


<Apa Tuan yakin ingin meninggalkan “Itu” begitu saja ?>


“’Itu’ tuh apaan ? gua ga tau…”


Selagi berjalan menyusuri lautan bunga merah dan putih, mereka----Rio dan Nusa yang berada disebelah kiri Rio atau lebih tepatnya melayang disampingnya mencoba untuk memastikan sesuatu… sesuatu yang bahkan mereka berdua coba untuk abaikan…


 <“Itu” yang saya maksud adalah—>

“Aaaaaaaaaa~ ga denger… gua ga dengeee~r… lu ngomong apaaaaa~ Ah !?”


Tanpa melihat kearah “Itu” berada maupun berhenti hanya untuk memastikan, mereka berdua lebih memilih untuk melanjutkan perjalanannya tanpa tergesa-gesa. Selain itu, Rio yang mencoba melupakan fakta  bahwa ia baru saja melihat seorang pengembara tua memakan “Hasil Setor”-an miliknya selagi menangis terharu, namun setelah itu memuntahkannya begitu saja selagi sesuatu layaknya sebuah efek mosaik menghalangi isi perutnya yang keluar bagaikan sebuah sensor yang pada saat itu tepat berada dihadapannya.


Rio tanpa berpikir panjang berpura-pura tidak mendengar apa yang dimaksud dengan kata “Itu” dan dengan sepenuh hatinya menolak untuk mengetahui hal tersebut—


 “oh iya… Oi  ! gua masih punya [Mana] apa ngga ?”


<[Mana] ? tentu saja Tuan masih punya dan jumlahnya bukanlah sebuah hal untuk ditertawakan>


“Maksud lu ?”


<Singkatnya saat ini [Mana] yang Tuan miliki setara dengan 13/4 dari ke-11 hewan suci yang kekuatannya Tuan serap sebelum tiba ditempat ini…>


“Seriusan lu ? banyak amat !?”


Tidak percaya dengan apa yang disampaikan oleh Nusa, Rio hanya bisa membuka mulutnya selagi berpikir “Ini sih gua seriusan jadi Cheater”…


<hanya saja…>


“Hmm ?”


Nusa terdiam beberapa saat dan beberapa detik kemudian melanjutkan ucapanya…


<Kapanpun dan dimanapun Tuan berada, tidak aneh jika ke-11 makhluk suci yang Tuan serap kekuatannya akan mencari Tuan untuk mengambil kekuatan mereka yang sudah Tuan serap…>


“…” Mendengar ucapan Nusa, Rio hanya bisa mendengarkan tanpa berbicara sepatah katapun…


“Tapi… bukannya makhluk suci yang dipanggil itu sama saja dengan [Familiar] atau hewan yang sudah terikat kontrak dengan majikannya--[Summoner]… jadi bukannya kalo ga dipanggil mereka ga akan bisa keluar seenaknya, kan ?”


<Walaupun saya tidak tahu dari mana Tuan mempelajari hal seperti itu, bahkan jika Tuan menggunakan [Furia’s Knowledge] sekalipun, hal tersebut tidak terdapat dalam pengetahuan yang berada pada kemampuan itu… namun apa yang Tuan katakan tadi tidak sepenuhnya salah hanya saja kebalikannya…>


“kebalikannya ?”


<dengan kata lain… [Summoner]-nya lah yang terikat kontrak secara sepihak dengan makhluk suci tersebut dan kekuatan yang diberikan oleh makhluk suci sebagai ganti dari harga kontrak itu sendiri adalah ¼ dari kekuatan asli makhluk suci tersebut… beruntungnya, saat Tuan menyerap kekuatan dari ke-11 makhluk suci, Tuan mendapat ½ dari kekuatan asli [Kraken] dan ½ dari kekuatan asli [Sura] dan [Baya]…>


Disaat Rio mulai menemukan kemana arah pembicaraan ini akan berlanjut, ia pun mendapat sebuah kesimpulan disaat ia sedang memikirkan hal ini… kesimpulan sederhana yang bisa ia tarik begitu saja, dengan kata lain…


“Mampus gua !”


<Maaaa~ tapi untuk saat ini Tuan tenang saja, selama Tuan bisa menyembunyikan kekuatan Tuan dengan benar, mereka semua tidak akan menemukan dimana lokasi Tuan>


“Ah !” mendengar ucapan Nusa, Rio baru saja menyadari sebuah hal sederhana… bahkan karena terlalu sederhana sampai-sampai ia bisa melupakan fakta ini… “Bener juga… asalkan gua ga make [Mana], mereka semua ga akan tau dimana lokasi gua…” selagi tersenyum, Rio terus berjalan tanpa henti menyusuri padang bunga merah dan putih ini.


<ngomong-ngomong Tuan…>


“Hmm ?”


<sebenarnya… tadi Tuan ingin melakukan apa dengan [Mana] Tuan yang masih tersisa…>


Tanpa panjang lebar, Nusa pun segera menanyakan alasan utama mengapa Rio menanyakan soal [Mana] yang ia miliki saat ini—


“kalau gitu…”


Tanpa berpikir panjang, Rio segera berlari kembali menuju sungai yang berada sekitar 40 meter dari tempatnya berada saat ini—


“[Create] !


Sambungan, Air, Regulasi, bersih, berulang


Setelah melapalkan mantra [Create], Rio membayangkan 5 buah kata untuk mendeskripsikan apa yang ingin dia buat lalu tidak lama setelah itu…


Frink (Sambungan) à Waz (Air) à Regour (Regulasi) à Cren (Bersih) à Roop (Berulang) = Roop Waz Fred Magic (Lingkaran sihir Air berulang)


Sama seperti sebelumnya, walaupun ia tidak tahu apa dan bahasa apa yang ia ucapkan, Rio tetap melafalkan tulisan demi tulisan yang muncul begitu saja didepan matanya dan yang anehnya adalah fakta bahwa ia mengerti setiap kata yang ia lafalkan.


Sesaat setelah Rio selesai melafalkan mantra yang dimunculkan oleh [Create], ia melihat sebuah lingkaran sihir terbentuk di samping kanan aliran sungai atau lebih tepatnya berada tepat disebelah kanan aliran sungai yang berada dibawah jembatan tempat ia berdiri saat ini.


seketika ia melihat tangannya yang masih bersinar, ia pun mengambil kembali jamban atau bilik toilet yang telah ia kecilkan menggunakan mantra [Resize] dari dalam Shoulder Bag miliknya dan meletakkan jarinya di bawah jamban yang saat ini berukuran layaknya sebuah miniature berukuran 3 – 5 cm dan setelah itu ia juga meletakkan jarinya pada Sprinkle Toilet atau alat penyemprot air yang khusus digunakan dalam toilet—


Frua (Selesai)


Setelah ia mengucapkan kata-kata tersebut, Rio sekali lagi menggunakan mantra [Resize] pada jamban ditangan kanannya dan sesaat jamban tersebut kembali keukurannya yang semula, hal pertama yang Rio lakukan adalah… menekan tombol pada Jamban lalu menarik pelatuk pada Sprinkle Toilet dan hal yang terjadi berikutnya adalah—


“berhasil… gua berhasil… akhirnya… gua bisa bilas di jamban tanpa perlu takut kekuarangan air…”


<Tuan…>


Selagi Rio mengepalkan kedua tangannya dan melakukan gerakan refleks yang menunjukkan suatu keberhasilan, Nusa hanya bisa memanggil Tuannya dengan nada mengasihani. Tentu saja Rio mengabaikan hal tersebut.


Setelah mengecilkan kembali ukuran jamban kebentuk miniatur—


<karena saat ini Tuan kembali lagi ke tempat ini, apa mungkin Tuan berubah pikiran tentang membawa “Itu” bersama Tuan ?>


“ap-!?”


Rio yang hampir saja benar-benar melupakan keberadaan “Itu” beberapa saat lalu, dipaksa untuk mengingatnya kembali oleh pertanyaan Nusa…


“…”


<>


Melihat kearah dimana “Itu” berada—


“Hooooeeeeeek… haaaa~… haaaa~… haaaa~…”


Apa yang mereka dapatkan hanyalah sebuah pemandangan dimana “Itu”, yang beberapa saat lalu kehilangan kesadarannya, kembali mengulangi hal yang ia lakukan sejak tadi. Hanya saja, jika dibandingkan dengan kelakuannya beberapa saat lalu, apa yang dilakukan oleh “Itu” saat ini bagaikan seorang masokis atau orang yang senang saat disiksa… terlebih lagi desahan napasnya benar-benar membuat mereka berdua kehabisa kata-kata… “kenapa harus mendesah ?” setidaknya itulah apa yang ingin mereka berdua pertanyakan…


“Oiiiiii !!! ini kakek satu udah ga waras apa emang semua orang yang ada di tempat ini ga waras semuanya !”


<Tuan sabar… ini Cuma imajinasi Tuan saja…>


Menolak pemandangan yang dilihat oleh mereka berdua, tanpa pikir panjang—


“Ogah gua ngajak ini orang !”


<>


Tanpa bisa membantah lagi apa yang Rio katakan, Nusa hanya bisa terdiam membisu…


Walaupun tidak menunjukkan dalam kata-katanya, Nusa yang awalnya mulai mempertanyakan sisi kemanusiaan Rio saat ini mulai berubah pikiran menjadi <apakah ‘Itu’ sendiri memerlukan kehangatan seorang manusia ?>… dan tanpa sadar sejak awal Nusa sendiri sudah menolak keberadaan “Itu” sebagai seorang manusia…


“Akhirnya… haaaa~… haaaa~ …lagi… berikan lagi… haaaa~… haaaa~… wahai pohon Arg Gruf… haaaa~… haaaa~…”


<!>


Mendengar perkataan dari “Itu” yang menyebutkan nama dari pohon legendaris [Arg Gruf], Nusa pun tanpa sadar merasa bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan dan akhirnya mencoba kembali untuk mengajak Rio untuk membawanya kembali ke desa. Sedangkan Rio sendiri yang mendengarnya… hanya mengabaikannya dan mulai merasa bahwa semakin lama ia melihatnya, semakin mesum pula orang tua itu bertindak… walaupun mesum yang ia pikirkan adalah sesuatu yang tidak berbau seksual melainkan seperti ada sesuatu yang salah diotak milik “Itu” sendiri.


<Tuan Gawat !>


“Hmm ? Apanya yang Gawat ? diliat juga gua udah tau kalo otak tuh orang udah gawat ! jangan bilang lu juga mau ikutan, gitu !?”


<Bukan begitu Tuan… walaupun saya bingung bagaimana menjelaskannya, tapi sepertinya yang membuat “Itu” salah paham sehingga menyebabkannya berada pada kondisi Seperti ini adalah…………………………………………………………………… Kita, Tuan !>


“Oi ! Oi ! Oi ! apa maksud lu !? kenapa dia yang mesum, gua yang harus bertanggung jawab !? terus apa-apaan sama jeda omongan lu barusan, Ha !? sama sekali ga meyakinkan !!!”


<Lupakan soal jeda, intinya yang ngebuat “Itu” salah paham itu kita Tuan !>


“Dari tadi salah paham ! salah paham ! apanya yang salah paham !? otak lu kali salah pasang !”


<Bukan begitu Tuan… soalnya…>


“Soalnya apa ha !?”


Karena sudah tidak sabar lagi, Rio mulai mendesak Nusa untuk memberitahunya mengapa ia yang harus bertanggung jawab soal kemesuman yang “Itu” lakukan. Nusa yang kebingunganpun mulai terbatah-batah tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya…


<Kalau Itu…>


“…” Rio terdiam melihat tingkah laku dari Nusa yang sepertinya mulai mencari-cari alasan selagi memasang pandangan yang menunjukkan bahwa ia mencurigai Nusa.


“jangan bilang… lu yang salah terus lu lagi nyari alasan buat nyalahin gua sekalian, gitu ? biar lu ga disalahin sendirian, gitu ?”


<!>


<Gawat…> itulah satu-satunya hal yang bisa Nusa pikirkan setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Rio. Layaknya sebuah Darts yang dilemparkan lalu mengenai titik tengah… Nusa pun mulai terdiam mencari alasan untuk membantah apa yang Rio katakan—


<Ah Benar Juga !............................................................ Tuan ! Sebenarnya kesalah pahaman yang terjadi disini adalah karena…>


“…”


Mendengar ucapan Nusa yang bahkan sama sekali tidak meyakinkan, Rio hanya bisa terdiam mencurigai Nusa selagi menunggu kata selanjutnya dari Nusa—


< Pohon [Arg Gruf] yang dia maksud bukanlah pohon yang ini, Tuan !>


“…”


Suara air sungai yang mengalir dan saling bersimfoni dengan tarian daun yang saling bersentuhan satu sama lain mengisi keheningan yang terjadi diantara mereka berdua… 

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
 
close
   
close