Thursday, March 23, 2017

[Nusantara] Chapter 38 - Maaf


Chapter 38 – maaf

            [3rd Person Point of View]

          “Oh iya Ririn, mulai saat ini apa yang ente mau lakukan? Mendaftar jadi petualang? Sejujurnya ane tidak menyarankannya loh….”

            “Ah! Mmm….”

            Didalam sebuah lobi ruangan sebesar sekitar 20x20 meter ini, seorang pria dengan jaket berwarna putih dominan dengan warna hitam yang menjadi pelengkap itu sedang duduk disebuah meja dengan panjang setara dengan 4 kursi yang saling berhadapan. Ditempat tersebut, terdapat 2 orang perempuan, 2 orang anak lelaki kecil botak, seorang lelaki dengan seluruh tubuh dibalut kain putih dan seorang lelaki yang bertanya kepada seorang anak kecil, Jatmiko.

            Menanggapi pertanyaan Jatmiko, seorang anak perempuan dengan nama lengkap Tararirirariani Akhsaxnia Xinta atau yang Jatmiko sapa dengan Ririn, saat ini sedang menuliskan sesuatu diudara menggunakan [Light Line Magic] atau sebuah kemampuan dasar yang biasanya dipakai dalam kegelapan untuk menerangi wilayah sekitar. Ririn melakukan hal ini bukan karena ia senang namun karena alasan tertentu yang hanya ia dan penciptanya ketahui.

            <Kemungkinan sehabis ini, aku mau mendaftar sebagai pelajar di akademi penyihir [Sylva]>

            “Kamu yakin ingin mendaftar disana, Rin?”

            <iya Mbak Kun>

            Ririn menjawab pertanyaan dari Mbak Kunti dengan mata berbinar-binar. Mengabaikan pembicaraan antara Ririn, Mbak Kunti, Jatmiko, dan Pocong, [The Tuyuls] bermain sambung-menyambung kata karena sejujurnya mereka merasa bosan setelah mendengarkan pembicaraan selama 3 menit dan memilih untuk mengabaikan pembicaraan tersebut.

            “Tapi apa kamu yakin? Baru juga 2 minggu sejak kejadian di hutan [Skyp] kemarin….”

            <Tenang saja, Mas Jat… Ririn sudah tidak apa-apa>

            Selagi memperhatikan, Pocong meminum sebuah minuman dengan rasa yang menyerupai kopi dengan sebuah sedotan panjang yang disambung satu persatu. Untuk pertamakalinya sejak ia mendengarkan pembicaraan mereka, Pocong memberitahukan sebuah fakta yang membuat mereka bertiga terkejut hingga seolah-olah membatu untuk sesaat.

            “Tapi Mas Jat, bukannya kalau mau daftar itu harus ada surat pengantar ya?”

            “Ap—!”

            “!”

            <Apa!>

            Pocong bisa mikir sampai situ?!

            Sebenarnya apa yang membuat mereka bertiga kaget adalah fakta bahwa Pocong berusaha untuk berpikir atau lebih tepatnya mencari tahu mengenai hal itu.

            “Sejujurnya ane kurang paham apa yang Mas Jat dan kalian berdua pikirkan tapi entah mengapa ane merasa kalian bertiga lagi berpikir sesuatu yang menyebalkan”

            Dengan muka sedikit sebal namun berusaha untuk mengacuhkan pandangan mereka, Pocong melanjutkan.

            “Kalau tidak salah sih, kalian bisa mendapatkannya saat menjadi petualang setelah mendapatkan lencana tingkat awal atau [Wood]”

            <Benarkah?!>

            Pocong hanya mengangguk menjawab pertanyaan Ririn. Disisi lain Jatmiko dan Mbak Kun masih ternganga seakan-akan waktu mereka telah terhenti.

            <Tapi… bukankah persyaratan pendaftarannya agak sulit ya?>

            “Begitulah, kalau tidak salah Mas Jat juga baru berhasil mendaftar setelah gagal sebanyak 4 kali”

            <Ta-tapi kalau begitu… pendaftaran tahun ajaran barunya akan segera ditutup, kan?>

            “memang berapa hari lagi?”

            <sekitar 2 minggu dari sekarang>

            “Uwaa~ setiap kali gagal hanya bisa mengulang dua hari kemudian… ditambah lagi total tahap pengujian ada 5 tahap”

            <5 tahap?!>

            Mendengar suara kaget Ririn, Jatmiko dan Mbak Kun kembali kepada kenyataan bahwa Pocong memang telah mencari banyak info seputar hal tersebut.

            “iya, ada 5 tahap, Rin”

            Jatmiko membenarkan ucapan Pocong dan segera melanjutkan.

            “Latihan Fisik, Pengetahuan Dasar, Matematika, Tanaman & Buah, serta misi pertama”

            “Tapi menurutku sih, kamu dapat melewati tahap 2 hingga 4 dengan mudah… mengingat kamu adalah seorang putri dari kerajaan [Akhsaxnia]”

            “Shh! Itu Rahasia Mbak Kun”

            Mendiamkan mbak Kun dengan meniup jari telunjuknya, Jatmiko sedikit panik.

            Apa yang Mbak Kun katakana adalah suatu kebenaran. Selain itu, 2 minggu yang lalu, Rey mendapatkan misi rahasia dari ketua [Guild] untuk melindungi Ririn atas permintaan dari ayahnya karena mereka berdua adalah sahabat dekat. Sejujurnya mendengar hal bahwa kerajaan [Akhsaxnia] akan diserang membuat sang ketua [Guild] kaget namun disatu sisi ia tidak bisa berbuat apa-apa karena lawan mereka adalah perkumpulan [Crestcent Moon] yang terkenal sebagai perkumpulan pembunuh bayaran yang berisikan orang-orang terpilih saja. Oleh karena itu, ia memberikan misi rahasia kepada Rey. Walaupun, pada awalnya Rey mengira bahwa Rio, orang yang mengalahkan anak buahnya satu persatu adalah salah satu anggota mereka membuatnya terlambat dalam menyelesaikan misi dan babak belur oleh Rio.

            <Ta-tapi, kan—?!>

            Disaat Ririn akan merespon ucapan Jatmiko dan juga Mbak Kunt, seseorang mendobrak pintu yang masuk kearah lobi registrasi dimana Jatmiko dan yang lainnya berada. Terkejut mendengar suara keras dari arah pintu masuk, seluruh mata melihat kearah suara keras itu berasal dan disana mereka mendapati seorang pemuda berdiri dengan tubuh dipenuhi keringat.

            “JAT-MI-KO! Keluar lu!”

            “Acyaaa~”

            Mendengar namanya diteriakkan, Jatmiko hanya bisa menutup mukanya dengan telapak tangan kirinya karena malu. Pasalnya pemuda dengan rambut ungu dan pakaian yang bisa terbilang asing ditempat ini baru saja mengamuk 2 minggu lalu di tengah hutan [Skyp] dan ia berhasil menghentikannya tanpa usaha yang besar.  

            <*terkejut*>

            “!”

            Disaat tatapan mata Ririn bertemu dengan tatapan pemuda tersebut, tanpa berpikir panjang pemuda itu segera datang kearahnya dengan raut wajah yang terbilang kesal.

            Seketika ia sampai tepat dihadapan Ririn, ia melihat Ririn sekilas lalu mengabaikannya dan segera bergerak kearah dimana Jatmiko berada. Digebrak permukaan meja olehnya kencang dan Jatmiko tetap menundukkan kepalanya.

            Melihat hal ini, pemuda itu mengabaikannya dan membuka mulutnya kembali.

            “Oi, Sialan! Bukannya lu yang bikin catatan pesan ditanah tempat gua pingsan yang nyuruh gua buat cari lu di depan gerbang dan kalau gua bilang kenal lu gua bisa masuk?!”

            “!”

Mendengar keluhan dari pemuda yang tampak beberapa tahun lebih muda darinya, Jatmiko hanya bisa terdiam seribu bahasa. Walaupun begitu, keringat yang membasahi tubuhnya dapat menjelaskan dengan singkat bahwa saat ini ia sedang panik. Jatmiko pada dasarnya bukanlah seseorang yang menginginkan sesuatu yang merepotkan dan cenderung untuk selalu menghindari hal-hal yang membuatnya kerepotan.

Mampus! Ane lupa!

Hanya satu kalimat inilah yang dipikirkan Jatmiko seketika melihat pemuda tersebut mendobrak pintu masuk [Guild].

“Oi!”

“Iyaaa~ Ha-halo….”

“Muka lu ‘Halo’, Hah?!”

“…”

“Jelasin atau kita mulai berantem aja disini?!”

Mendengar apa yang pemuda itu katakan, Jatmiko seketika membuka matanya lebar dan merasa jika ia tidak menjelaskan, ia harus mengganti biaya kerugian di [Guild]. Tapi disatu sisi, ia juga tidak bisa mengatakan kalau ia sebenarnya lupa.

“Se-sebenarnya—”

“Ah! Mas Jat pasti lupa ya!”

Pocong kamvret!

Layaknya menyiramkan air panas pada daerah yang luka, Pocong tersenyum melihat Jatmiko yang sedang panik.

“L-U-P-A?!”

“I-iyaaa~ jadi… gi-gimana jelasinnya ya!”

Brak… sekali lagi pemuda tersebut menggebrak meja dan akhirnya Jatmiko berhasil menemukan sebuah alasan yang menurutnya tepat disituasi saat ini.

Dengan muka datar dan senyum tipis, Jatmiko menyampaikan alasannya.

“I-ituloh, si-situasi ane sekarang bisa diumpamakan seperti orang yang sedang berada di Jamban dan lagi setor terus pas setorannya masih ngegantung tiba-tiba pergi karena ada urusan mendadak… dengan kata lain keadaan ane saat ini bisa dibilang kayak orang yang lupa cebok karena ada urusan penting!”

“…”

“…”

Seketika keadaan diseluruh ruangan menjadi hening.

Senyap.

Tidak satupun suara yang terdengar hingga,

“Gak Ada mirip-miripnya Semvak!”

Pemuda itu—Rio memecahkan keheningan.

“Maaf!”

Ucap Jatmiko dengan nada pelan selagi menundukkan kepala.


Author Note :
Sebelumnya maaf karena telat Update yang disebabkan oleh gangguan sinyal beberapa hari ini, semoga pembaca setia masih sabar untuk menunggu kelanjutan cerita Nusantara ini,

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
 
close
   
close