Chapter 38 – maaf
[3rd Person Point of View]
“Oh
iya Ririn, mulai saat ini apa yang ente mau lakukan? Mendaftar jadi petualang?
Sejujurnya ane tidak menyarankannya loh….”
“Ah!
Mmm….”
Didalam
sebuah lobi ruangan sebesar sekitar 20x20 meter ini, seorang pria dengan jaket
berwarna putih dominan dengan warna hitam yang menjadi pelengkap itu sedang
duduk disebuah meja dengan panjang setara dengan 4 kursi yang saling
berhadapan. Ditempat tersebut, terdapat 2 orang perempuan, 2 orang anak lelaki
kecil botak, seorang lelaki dengan seluruh tubuh dibalut kain putih dan seorang
lelaki yang bertanya kepada seorang anak kecil, Jatmiko.
Menanggapi
pertanyaan Jatmiko, seorang anak perempuan dengan nama lengkap Tararirirariani
Akhsaxnia Xinta atau yang Jatmiko sapa dengan Ririn, saat ini sedang menuliskan
sesuatu diudara menggunakan [Light Line
Magic] atau sebuah kemampuan dasar yang biasanya dipakai dalam kegelapan
untuk menerangi wilayah sekitar. Ririn melakukan hal ini bukan karena ia senang
namun karena alasan tertentu yang hanya ia dan penciptanya ketahui.
<Kemungkinan
sehabis ini, aku mau mendaftar sebagai pelajar di akademi penyihir [Sylva]>
“Kamu
yakin ingin mendaftar disana, Rin?”
<iya
Mbak Kun>
Ririn
menjawab pertanyaan dari Mbak Kunti dengan mata berbinar-binar. Mengabaikan
pembicaraan antara Ririn, Mbak Kunti, Jatmiko, dan Pocong, [The Tuyuls] bermain sambung-menyambung
kata karena sejujurnya mereka merasa bosan setelah mendengarkan pembicaraan
selama 3 menit dan memilih untuk mengabaikan pembicaraan tersebut.
“Tapi
apa kamu yakin? Baru juga 2 minggu sejak kejadian di hutan [Skyp] kemarin….”
<Tenang
saja, Mas Jat… Ririn sudah tidak apa-apa>
Selagi
memperhatikan, Pocong meminum sebuah minuman dengan rasa yang menyerupai kopi
dengan sebuah sedotan panjang yang disambung satu persatu. Untuk pertamakalinya
sejak ia mendengarkan pembicaraan mereka, Pocong memberitahukan sebuah fakta
yang membuat mereka bertiga terkejut hingga seolah-olah membatu untuk sesaat.
“Tapi
Mas Jat, bukannya kalau mau daftar itu harus ada surat pengantar ya?”
“Ap—!”
“!”
<Apa!>
Pocong bisa mikir sampai situ?!
Sebenarnya
apa yang membuat mereka bertiga kaget adalah fakta bahwa Pocong berusaha untuk
berpikir atau lebih tepatnya mencari tahu mengenai hal itu.
“Sejujurnya
ane kurang paham apa yang Mas Jat dan kalian berdua pikirkan tapi entah mengapa
ane merasa kalian bertiga lagi berpikir sesuatu yang menyebalkan”
Dengan
muka sedikit sebal namun berusaha untuk mengacuhkan pandangan mereka, Pocong
melanjutkan.
“Kalau
tidak salah sih, kalian bisa mendapatkannya saat menjadi petualang setelah
mendapatkan lencana tingkat awal atau [Wood]”
<Benarkah?!>
Pocong
hanya mengangguk menjawab pertanyaan Ririn. Disisi lain Jatmiko dan Mbak Kun
masih ternganga seakan-akan waktu mereka telah terhenti.
<Tapi…
bukankah persyaratan pendaftarannya agak sulit ya?>
“Begitulah,
kalau tidak salah Mas Jat juga baru berhasil mendaftar setelah gagal sebanyak 4
kali”
<Ta-tapi
kalau begitu… pendaftaran tahun ajaran barunya akan segera ditutup, kan?>
“memang
berapa hari lagi?”
<sekitar
2 minggu dari sekarang>
“Uwaa~
setiap kali gagal hanya bisa mengulang dua hari kemudian… ditambah lagi total
tahap pengujian ada 5 tahap”
<5
tahap?!>
Mendengar
suara kaget Ririn, Jatmiko dan Mbak Kun kembali kepada kenyataan bahwa Pocong
memang telah mencari banyak info seputar hal tersebut.
“iya,
ada 5 tahap, Rin”
Jatmiko
membenarkan ucapan Pocong dan segera melanjutkan.
“Latihan
Fisik, Pengetahuan Dasar, Matematika, Tanaman & Buah, serta misi pertama”
“Tapi
menurutku sih, kamu dapat melewati tahap 2 hingga 4 dengan mudah… mengingat
kamu adalah seorang putri dari kerajaan [Akhsaxnia]”
“Shh!
Itu Rahasia Mbak Kun”
Mendiamkan
mbak Kun dengan meniup jari telunjuknya, Jatmiko sedikit panik.
Apa
yang Mbak Kun katakana adalah suatu kebenaran. Selain itu, 2 minggu yang lalu,
Rey mendapatkan misi rahasia dari ketua [Guild]
untuk melindungi Ririn atas permintaan dari ayahnya karena mereka berdua adalah
sahabat dekat. Sejujurnya mendengar hal bahwa kerajaan [Akhsaxnia] akan diserang membuat sang ketua [Guild] kaget namun disatu sisi ia tidak bisa berbuat apa-apa karena
lawan mereka adalah perkumpulan [Crestcent
Moon] yang terkenal sebagai perkumpulan pembunuh bayaran yang berisikan
orang-orang terpilih saja. Oleh karena itu, ia memberikan misi rahasia kepada
Rey. Walaupun, pada awalnya Rey mengira bahwa Rio, orang yang mengalahkan anak
buahnya satu persatu adalah salah satu anggota mereka membuatnya terlambat
dalam menyelesaikan misi dan babak belur oleh Rio.
<Ta-tapi,
kan—?!>
Disaat
Ririn akan merespon ucapan Jatmiko dan juga Mbak Kunt, seseorang mendobrak
pintu yang masuk kearah lobi registrasi dimana Jatmiko dan yang lainnya berada.
Terkejut mendengar suara keras dari arah pintu masuk, seluruh mata melihat
kearah suara keras itu berasal dan disana mereka mendapati seorang pemuda
berdiri dengan tubuh dipenuhi keringat.
“JAT-MI-KO!
Keluar lu!”
“Acyaaa~”
Mendengar
namanya diteriakkan, Jatmiko hanya bisa menutup mukanya dengan telapak tangan
kirinya karena malu. Pasalnya pemuda dengan rambut ungu dan pakaian yang bisa
terbilang asing ditempat ini baru saja mengamuk 2 minggu lalu di tengah hutan [Skyp] dan ia berhasil menghentikannya
tanpa usaha yang besar.
<*terkejut*>
“!”
Disaat
tatapan mata Ririn bertemu dengan tatapan pemuda tersebut, tanpa berpikir
panjang pemuda itu segera datang kearahnya dengan raut wajah yang terbilang
kesal.
Seketika
ia sampai tepat dihadapan Ririn, ia melihat Ririn sekilas lalu mengabaikannya
dan segera bergerak kearah dimana Jatmiko berada. Digebrak permukaan meja
olehnya kencang dan Jatmiko tetap menundukkan kepalanya.
Melihat
hal ini, pemuda itu mengabaikannya dan membuka mulutnya kembali.
“Oi,
Sialan! Bukannya lu yang bikin catatan pesan ditanah tempat gua pingsan yang
nyuruh gua buat cari lu di depan gerbang dan kalau gua bilang kenal lu gua bisa
masuk?!”
“!”
Mendengar keluhan dari pemuda yang
tampak beberapa tahun lebih muda darinya, Jatmiko hanya bisa terdiam seribu
bahasa. Walaupun begitu, keringat yang membasahi tubuhnya dapat menjelaskan
dengan singkat bahwa saat ini ia sedang panik. Jatmiko pada dasarnya bukanlah
seseorang yang menginginkan sesuatu yang merepotkan dan cenderung untuk selalu
menghindari hal-hal yang membuatnya kerepotan.
Mampus!
Ane lupa!
Hanya satu kalimat inilah yang
dipikirkan Jatmiko seketika melihat pemuda tersebut mendobrak pintu masuk [Guild].
“Oi!”
“Iyaaa~ Ha-halo….”
“Muka lu ‘Halo’, Hah?!”
“…”
“Jelasin atau kita mulai berantem
aja disini?!”
Mendengar apa yang pemuda itu
katakan, Jatmiko seketika membuka matanya lebar dan merasa jika ia tidak
menjelaskan, ia harus mengganti biaya kerugian di [Guild]. Tapi disatu sisi, ia juga tidak bisa mengatakan kalau ia
sebenarnya lupa.
“Se-sebenarnya—”
“Ah! Mas Jat pasti lupa ya!”
Pocong
kamvret!
Layaknya menyiramkan air panas pada
daerah yang luka, Pocong tersenyum melihat Jatmiko yang sedang panik.
“L-U-P-A?!”
“I-iyaaa~ jadi… gi-gimana
jelasinnya ya!”
Brak…
sekali lagi pemuda tersebut menggebrak meja dan akhirnya Jatmiko berhasil
menemukan sebuah alasan yang menurutnya tepat disituasi saat ini.
Dengan muka datar dan senyum tipis,
Jatmiko menyampaikan alasannya.
“I-ituloh, si-situasi ane sekarang bisa
diumpamakan seperti orang yang sedang berada di Jamban dan lagi setor terus pas
setorannya masih ngegantung tiba-tiba pergi karena ada urusan mendadak… dengan
kata lain keadaan ane saat ini bisa dibilang kayak orang yang lupa cebok karena
ada urusan penting!”
“…”
“…”
Seketika keadaan diseluruh ruangan
menjadi hening.
Senyap.
Tidak satupun suara yang terdengar
hingga,
“Gak Ada mirip-miripnya Semvak!”
Pemuda itu—Rio memecahkan
keheningan.
“Maaf!”
Ucap Jatmiko dengan nada pelan
selagi menundukkan kepala.
Author Note :
Sebelumnya maaf karena telat Update yang disebabkan oleh gangguan sinyal beberapa hari ini, semoga pembaca setia masih sabar untuk menunggu kelanjutan cerita Nusantara ini,
0 comments:
Post a Comment