Chapter 12 –
Status 3 (Full Power III)
[3rd Person Point of View]
“Serang !”
[Tuan !]
Gawat ! Gawat ! Gawat ! Gimana !?
Gua harus bagaimana ini !?
Keringat dingin mulai mengalir membasahi tubuh Rio. Ini
bukanlah pertama kalinya ia menghadapi hal seperti ini, namun jika dibandingkan
dengan situasi saat pertama kali ia tiba ditempat ini, hal seperti ini bukanlah
masalah besar baginya.
“Ah ! Benar juga, untuk saat ini…”
Selagi Rio memperhatikan setiap gerakan dari kelima
bandit itu, ia memutuskan satu hal.
“Buku sialan ! Bisa gak lu bantu gua sedikit ?”
[Bantu… apa tuan ?]
“Beritahu semua gerakan yang dilakukan oleh para pemanah
sialan itu”
[Ah ! Saya
mengerti tuan]
“*Angguk*”
Bagus… sekarang tinggal bagaimana caranya agar gua
bisa mengalahkan ketiga bandit lainnya…
Setelah
menganggukkan kepalanya kepada Nusa, Rio mulai memfokuskan pandangannya kepada
dua orang bandit yang menggunakan pisau dan seorang bandit yang menggunakan
pedang.
Seorang bandit
dengan baju biru lusuh yang menggunakan dua buah belati berlari kearahnya dari
arah jam 2. Bersamaan dengan gerakan
bandit tersebut, bandit lelaki yang tidak menggunakan baju dan hanya
menggunakan celana panjang berbahan kain menuju kearahnya dari arah jam 10 selagi
memegang sebuah pisau. Sulit untuk mengatakannya namun Rio mengakui bahwa
kerjasama mereka cukup baik.
Mengalihkan
pandangannya kebelakang, ia melihat seorang bandit dengan jaket kulit berlari
kearahnya dengan menggunakan sebilah pedang yang siap diayunkan kapan saja.
Keh ! Semuanya bergantung pada buku sialan itu… mau
tidak mau gua harus percaya sama dia…
“Haaaaa… fuuuuu…”,
selesai menarik napas, Rio segera berlari kearah bandit yang menggunakan pedang
terlebih dahulu. Disiapkan kepalan tangannya dan digernyitkan giginya. Baginya
saat ini yang paling berbahaya adalah orang yang dapat memobilisasi sebuah
pasukan. Bagi Rio serangan yang terkoordinasi itu… sangat menjengkelkan.
“Haaaaa !”
“Ap—!”
Melihat gerakan
bandit yang tiba-tiba melakukan sebuah sliding tackle membuat Rio membuka
matanya lebar dan segera menghindar namun, tepat setelah ia menghindar bandit
tersebut langsung berdiri dan mengayunkan pedangnya dengan cara memutarkan
badannya sehingga ia dapat mendapatkan momentum untuk mengayunkan pedangnya
dengan sangat kencang.
Gawat ! Gak ada yang bilang kalau bandit bisa bergerak
seperti itu !?
“Ei !”
[Suara Ayunan Pedang]
[Suara Baju Tertebas dan Robek]
“Kuh !”
Melihat gerakan
Rio yang berhasil menghindari tebasannya itu, bandit dengan jaket kulit
tersebut mengeluarkan suara penuh dengan kekesalan. Disisi lain, Rio mulai
merasa kesal karena Sweater berwarna
biru miliknya robek akibat tebasan pedang dari bandit tersebut.
[Tuan ! Kiri !]
“Hup !”
[Suara Anak Panah Menancap di Pohon]
Mendengar ucapan
Nusa, Rio segera melompat kearah kanan tanpa sedikitpun melihat kebelakang. Hal
ini seperti yang telah direncanakan oleh Rio. Rio meminta Nusa untuk
memberitahu anak panah yang akan datang kepadanya sehingga Rio dapat menghindar
dengan melakukan hal sebaliknya dari apa yang Nusa ucapkan—
“Oi ! Apa-apaan
itu !? Kenapa anak panahnya hampir kena kaki gua !? Hah !?”
[Tuan Sendiri kenapa melompat kearah yang
berlawanan dengan yang saya katakan !]
“Ha ?”
[Eh ?]
“…”
[…]
—Namun, seperti
yang diharapkan dari pasangan ini, tidak sedikitpun pesan yang tersampaikan…
mungkin lebih tepatnya, mereka berdua gagal memahami maksud satu sama lain.
Disatu sisi Rio
menginginkan Nusa memberitahukan kemana arah anak panah itu datang sehingga ia
dapat menghindar kesisi yang berlawanan. Disisi lain, Nusa mengartikan
permintaan Rio dengan hal yang berlawanan yaitu ia harus memberitahu kemana
arah Rio harus menghindar sehingga terjadilah miss komunikasi antara mereka berdua.
Rio dan Nusa hanya
bisa terdiam satu sama lain. Jika bertanya apa yang mereka pikirkan jawabannya
hanya satu… Ini Orang gak paham apa ya !?
[Suara Panah Menembus Mengenai Batang pohon]
“Ap—!”
[Tuan !]
Melihat hal ini,
mereka berdua kembali kepada kenyataan bahwa saat ini mereka tengah berada
disituasi yang sangat genting. Sekali lagi melihat kearah Nusa, Rio mengangguk
sekali lagi. Tanpa perlu ditanyakan
lagi, Rio kembali menggunakan taktik seperti tadi.
“Gua Percaya sama
lu, oke ? Oke !?”
[Ba-baik tuan ! Serahkan kepada saya !]
Mendengar kalimat
ini, sekali lagi Rio mengamati gerakan para bandit yang saat ini mengelilingi
dirinya. Bandit yang berhadapan dengannya sejak tadi kini mulai kembali
mengambil ancang-ancang untuk mendekatinya. Sedangkan kedua bandit yang
menggunakan pisau mulai memperpendek jarak diantara mereka berdua.
Sip ! Seharusnya sekarang kerjasama gua dengan si buku
sialan ini tidak ada masalah…
Selagi
mempersiapkan ancang-ancang, Rio mulai mendapatkan kembali kepercayaan dirinya.
Menarik napas dan mengeluarkannya lagi. Hal ini ia lakukan beberapa kali untuk
membuat dirinya tenang.
“Mati kau sialan
!”
“Ei ! *set*…
*sat*… *hup*… *sreeeet*…”
Selagi
mengeluarkan sedikit suara aneh, Rio menghindari tebasan pedang tersebut kekiri
dan kekanan. Lalu disaat bandit itu mengarahkan pedangnya kearah kaki Rio
setelah memutarkan badannya selagi perlahan-lahan menunduk, Rio menghindari
serangannya dengan cara melompat mundur. Setelah itu ia menapakkan kakinya
dengan sedikit seretan ditanah agar ia tidak kehilangan keseimbangan tubuhnya.
“Eh !”
“Tch ! Bocah
sialan !”
Tunggu tunggu tunggu ! Badan gua lincah banget… selain
itu, keseimbangan gua gak terganggu sama sekali… jangan bilang ini…
“Efek dari Skill up !?”
Terkejut dengan
gerakannya, Rio membuka lebar matanya hingga batas maksimalnya. Ia sendiri
tidak percaya jika skill up yang
disarankan oleh Nusa benar-benar mempunyai efek yang sangat tidak diduga. Pada
awalnya ia hanya mengira jika power-nya
yang tidak biasa itu berasal dari dirinya sendiri karena dari apa yang ia
ketahui selama membaca ataupun menonton film bertema fantasy, kekuatan tangannya itu adalah hal yang wajar. Namun
setelah ia melihat gerakan tubuhnya kali ini, ia menjadi sadar bahwa ini adalah
efek dari skill up yang telah
difokuskan kepada power dan technique.
[Suara Tebasan Pedang Secara Beruntun]
“*Set*… *hup*…”
Ta-tapi kalau seperti ini terus, gua bisa-bisa…
Menyadari situasi
saat ini, Rio mulai mencari cara untuk mengalahkannya. Melihat keadaan
sekitarnya dengan seksama, Rio akhirnya memutuskan untuk menggunakan tipografi
wilayah disekitarnya.
Ah ! Benar juga !
Mendapatkan ide,
Rio mulai memfokuskan tenaga dikedua kakinya. Mengamati pergerakan bandit
didepan dan juga belakangnya, Rio menunggu waktu yang tepat.
Sedikit lagi !
[Suara Anak Panah Dilepaskan]
[Tuan ! Kanan !]
“*Hup*…!”
[Suara Panah Tertancap Ditanah]
“…”
[…]
Sekali lagi
keadaan disekitar Nusa dan Rio menjadi hening. Bahkan kesempatan yang sudah
ditunggu-tunggu oleh Rio, kini hilang begitu saja.
“Oi sialan…”
[Tuan…]
Menatap Nusa, Rio
Terdiam sesaat seakan-akan mengabaikan keadaan disekitarnya. Nusa yang
terdiampun seakan-akan ingin mengatakan hal yang sama dengan Rio.
“Oi ! Tadi
bukannya gua sudah bilang kalau gua percaya sama lu ya…”
[Iya Tuan,
bukannya saya juga tadi sudah mengatakan hal yang sama…]
“…”
[…]
Sekali lagi mereka
terdiam. Suasana disekitar Rio dan Nusa terasa sangat berat. Seakan-akan sedang
terjadi perang dingin, mereka hanya menatap satu sama lain… lebih tepatnya Rio
lah yang menatap Nusa sejak tadi. Mengabaikan keadaan sekitarnya, mereka berdua
mengeluarkan suara yang membuat ekspresi para bandit yang sedang berlari menuju
kearah Rio terkejut dan akhirnya terdiam sesaat. Namun disaat yang bersamaan,
kedua pemanah yang sudah mengunci Rio sebagai target mereka—
“Bukannya gua
sudah bilang kalau gua percaya sama, lu ! Makanya gua percaya kalau kita pakai
petunjuk dari gua tadi !?”
[Bukannya saya sudah bilang kalau saya
percaya sama, tuan ! Makanya saya percaya kalau kita pakai petunjuk dari saya
tadi !?]
[Suara Anak Panah Dilepaskan]
—Mengabaikan
tingkah Rio yang tiba-tiba saja berbicara sendiri dan langsung melepaskan anak
panahnya kearah Rio. Tentu saja Rio yang sedang terbawa emosi tidak menyadari
hal tersebut.
1 comments:
Seru
Post a Comment