Chapter 21 –
Gamble
[3rd Person Point of View – Rio As
Center Point]
Gawat ! Gawat ! Gawat ! Mati gua kalau begini
ceritanya !
“…”
Ditengah wilayah
hutan yang hanya diiringi oleh lantunan suara hewan yang menyerupai jangkrik
serta gesekan merdu dari setiap dedaunan yang diajak untuk menari oleh sang angin,
suasana saat ini bagaikan sebuah harmoni yang dapat menenangkan hati seseorang
yang sedang mencari ketenangan. Setidaknya itulah kesan yang akan diterima oleh
seseorang jika mereka hanya kebetulan melewati suasana hutan yang seperti ini.
Namun, hal ini tidak dirasakan oleh Rio yang saat ini sedang mempertaruhkan
nyawanya bersembunyi dibalik semak-semak yang berada disekitar wilayah hutan
tempatnya berada, [Skyp].
Keringat dingin telah
membasahi sekujur tubuh Rio sejak beberapa saat yang lalu. tubuhnya gemetar
karena bandit yang mengincar nyawanya berada tepat dibelakang semak-semak
tempat ia bersembunyi saat ini. Seandainya Rio tidak meminta untuk melakukan reset skill, mungkin ia tidak akan berada
pada kondisi seperti ini. Kondisi dimana bernapas saja, ia harus berusaha
sekuat tenaga untuk menahan agar tidak menimbulkan suara sedikitpun.
[Suara
Gerakan Disemak-Semak Yang Berada Dihadapannya]
Gawat
! Tanpa sadar gua malah bersandar ! Sial ! Tolong… jangan sadar ! Jangan sadar
!
Menyadari kesalahannya, Rio menutup
matanya selagi berharap agar bandit itu tidak menyadarinya. Berulang kali ia
mengucapkan kalimat tersebut jauh didalam hatinya.
“Keluar kau bocah sialan ! Aku tahu
kau berada disemak-semak !”
“…”
Ap—!
Mendengar ucapan Rey, sekali lagi
muka Rio menjadi kaku. Tanpa sadar ia menahan napasnya dan berusaha untuk tidak
menimbulkan suara sedikitpun. Dadanya terus berdebar-debar dengan sangat cepat
seakan-akan menimbulkan efek suara yang terdengar badum… badum… badum…
“Jika kau keluar sekarang ! Mungkin
aku akan mengampunimu bocah !”
Dasar
pembohong ! Gak akan ada bandit yang benar-benar akan melakukan hal seperti itu
sialan !
“…”
Menyanggah ucapan
Rey dalam pikirannya, ekspresi muka Rio semakin lama terlihat semakin panik.
Keringat yang pada awalnya sudah berhenti mengalir dari keningnya, sekali lagi
membasahi tubuhnya. diremas rumput kering yang berada disekitarnya dengan
sekuat tenaga selagi berusaha menekan rasa takutnya.
Sial ! Cepat pergi dari tempat itu, bandit sialan !
[Suara
Ranting Pohon Kering Terinjak Dari Arah Sema-Semak]
“Ap—?!”
“!”
Tanpa Rio sadari,
ia meremas ranting kering yang berada didekat tangan kirinya. Disaat ia
mengeluarkan suara karena kaget, ia segera menutup mulutnya dengan kedua
tangannya agar suaranya tidak terdengar oleh bandit tersebut.
Menyadari
kesalahan fatalnya, Rio mulai mencari suatu cara untuk mengalihkan konsentrasi
Rey. Diraba olehnya permukaan tanah secara perlahan.
Apa ini ?! Batu ? Ah ! Mungkin dengan ini !
[Suara
Gerakan Batu Dari Arah Kanan Rey]
“!”
Disaat Rio melihat bahwa mata Rey
sedang melihat kearah kiri, ia menggunakan kesempatan tersebut untuk
melemparkan batu berdiameter sekitar 4 hingga 8 cm kearah pohon dimana baju
dalam berwarna hitam dengan lengan panjang dan sweater berwarna biru milik Rio berada.
“…”
Pergi
dari tempat itu dan segera cek tempat yang gua lempar dengan batu tadi, otot
sialan !
Menggernyitkan giginya karena kesal
dengan Rey yang tidak kunjung berpindah tempat, Rio mencari batu sekali lagi.
Disaat ia sudah mendapatkan batu dengan ukuran yang tidak jauh berbeda dengan
sebelumnya, sekali lagi ia melemparkan batu tersebut kearah kiri Rey.
[Suara
Gerakan Sesuatu Dari Arah Kiri Rey]
“!!”
Selesai melemparkan batu tersebut
hingga mengenai batang pohon, Rio segera melirik kearah Rey melalui celah yang
berada disekitar semak-semak tempatnya berada. Berbeda dengan apa yang terjadi
beberapa saat lalu, kali ini ekspresi dari muka Rey terlihat kebingungan.
Namun, seperti yang diharapkan dari seorang bandit yang sudah berpengalaman, ia
tidak kehilangan ketenangannya.
Cepat
bergerak dari tempat itu, sialan ! Kalau begini gua gak bisa kabur !
“Kenapa malah diam begitu sih ?!”
Semakin kesal dengan Rey yang tidak
bergerak sedikitpun dari tempatnya, tanpa sadar Rio mulai menggumamkan
ketidaksabarannya. Namun, tentu saja dengan suara yang hanya bisa didengar
olehnya.
Semoga
dengan ini, lu mau bergerak !
Mendapatkan batu dari sebelah
kirinya, sekali lagi Rio melemparkan batu tersebut kearah pohon yang berada
dibelakang Rey. Tentu saja Rey tidak menyadari tindakan Rio dan langsung
menunjukkan raut muka kebingungan.
[Suara
Gerakan Sesuatu Dari Arah Tenggara Rey]
“!!!”
Melihat ekspresi Rey yang secara
tiba-tiba menjadi kaku, Rio menyadari sesuatu yang cukup penting. Walaupun
terdengar penting, sebenarnya Rio saja yang tidak menyadari jika—
—Tunggu
! Bukankah ini sama saja dengan berhasil ?! Maksud gua… bandit itu bodoh !
Bukannya sejak tadi seharusnya bandit itu telah menyadari keberadaan gua !
Kalau bukan bodoh berarti apa ?! Selain itu… walaupun berbeda dengan rencana
yang gua inginkan, sepertinya rencana ini… cukup untuk menghabiskan waktu !
“Dengan ini… gua bisa mengulur waktu
!”
Mengatakan kalimat tersebut dengan
suara yang sangat pelan, Rio mengepalkan tangannya dengan kuat. Senyum liciknya
yang sempat hilang beberapa saat lalu kini mulai terlihat kembali dari raut
mukanya.
***
[3rd Person Point of View – ??? As
Center Point]
“Haaaa~”
“Masih jauh bukan ?”
“Oi, semvak ! Lu, udah berapa kali lu
ngomong kayak gitu, hah ? Kalau lu ngomong gitu terus, ane yang dengernya juga
jadi capek tau ! Haaaa~ tuh kan… ane tambah lemes…”
“Iya, tapikan—”
“Cong ! Mas Jat juga capek tahu ! Jika
kau mengeluh seperti itu terus yang ada malah bikin tambah capek ! Apa kau
dengar ?!”
“Hiiii~”
Jauh di kedalaman hutan [Skyp] bagian Selatan, terdengar suara
beberapa orang yang sedang mengeluh.
Seorang pemuda yang memakai jaket
menghembuskan napasnya beberapa kali Karena rasa Lelah. Pemuda yang berbicara
menggunakan logat dari daerahnya dan juga memakai jaket berwarna putih, celana
panjang berwarna coklat, dan juga sandal jepit berwarna hijau dibagian talinya
serta warna putih dibagian bawah telapak kaki lelaki itu dengan tulisan “Selow”
sebagai brandnya, sudah terlihat sangat kelelahan. Jaketnya yang basah, mukanya
yang pucat, dan juga bibirnya yang pecah-pecah adalah bukti bahwa ia telah
berjalan cukup jauh tanpa beristirahat sedikitpun.
Tepat dibelakang lelaki itu, seorang
lelaki yang seluruh tubuhnya dibalut oleh kain putih dengan beberapa ikatan
yang mengelilingi bagian tubuhnya terus mengeluh dan menanyakan pertanyaan yang
sama setiap 5 hingga 10 menit sekali. Siapapun yang mendengar pertanyaan yang
sama secara berulang akan merasa kesal saat berada dengan dengannya.
Dan satu-satunya yang menghentikkan
pertanyaan dari lelaki yang dibalut kain putih itu serta memberikan tatapan
dingin kepadanya adalah seorang wanita dengan rambut hitam panjang dengan baju
putih… mungkin lebih tepatnya kain putih panjang yang bahkan menutupi seluruh
tubuh dari bagian leher hingga kakinya. Wanita itu sejak beberapa saat lalu
hanya memperhatikan pemuda dengan jaket berwarna putih selagi ia mengikutinya
dari samping kanan pemuda tersebut.
“Tch ! Dasar Nenek
tua… lu sih enak bisa terbang… nah gua ! Bisanya cuma lompat-lompat doang kayak
kodok, capek tau ! Capek ! Lompat dari bawah jurang sampe sini tuh… lu kira gua
pasukan Romawi yang perang cuma bawa 300 pasukan apa hah ?!”
Menggumamkan hal
tersebut dengan nada yang sangat kecil, lelaki yang dibalut dengan kain putih
itu, mengeluh kepada wanita yang sejak tadi hanya melayang mengikuti pemuda
yang ia panggil dengan sebutan “Mas Jat” itu.
“Hiii~”
“Mas Jat,
spertinya mereka berdua sudah kembali…”
Selagi berbicara
dengan pemuda disampingnya setelah melemparkan tatapan dingin kepada lelaki
yang menggerutu kepadanya beberapa saat lalu, wanita itu mengarahkan tangan
kanannya yang tertutupi oleh kain putih kearah kanan dari pemuda tersebut.
Melihat kearah
yang ditunjukkan oleh wanita disampingnya itu, 2 orang anak kecil yang
kekurangan rambut dan memiliki tinggi badan kurang dari 140cm itu mendekat
kearah pemuda itu—
“Mas Jat—”
“—Kami sudah
menemukan jalan keluar dari tempat ini !”
“!”
Mendengar ucapan
dari kedua anak kecil yang terlihat kembar itu, raut muka pemuda yang sejak
beberapa saat lalu dipanggil dengan sebutan “Mas Jat” itupun akhirnya berubah
menjadi raut muka senang. Sedikit tapi pasti, air mata dapat terlihat keluar
dari kedua matanya. Senyuman mulai terlihat dari wajahnya.
“Akhirnya ane bisa
keluar dari tempat kamvret ini ! Sudah 3 hari ane kesasar disini, akhirnya…”
Authors Note :
Waktunya kemunculan karakter baru :D
0 comments:
Post a Comment