Sunday, November 20, 2016

[Nusantara] Chapter 21 – Gamble



Chapter 21 – Gamble

            [3rd Person Point of View – Rio As Center Point]

Gawat ! Gawat ! Gawat ! Mati gua kalau begini ceritanya !

            “…”    

Ditengah wilayah hutan yang hanya diiringi oleh lantunan suara hewan yang menyerupai jangkrik serta gesekan merdu dari setiap dedaunan yang diajak untuk menari oleh sang angin, suasana saat ini bagaikan sebuah harmoni yang dapat menenangkan hati seseorang yang sedang mencari ketenangan. Setidaknya itulah kesan yang akan diterima oleh seseorang jika mereka hanya kebetulan melewati suasana hutan yang seperti ini. Namun, hal ini tidak dirasakan oleh Rio yang saat ini sedang mempertaruhkan nyawanya bersembunyi dibalik semak-semak yang berada disekitar wilayah hutan tempatnya berada, [Skyp].

Keringat dingin telah membasahi sekujur tubuh Rio sejak beberapa saat yang lalu. tubuhnya gemetar karena bandit yang mengincar nyawanya berada tepat dibelakang semak-semak tempat ia bersembunyi saat ini. Seandainya Rio tidak meminta untuk melakukan reset skill, mungkin ia tidak akan berada pada kondisi seperti ini. Kondisi dimana bernapas saja, ia harus berusaha sekuat tenaga untuk menahan agar tidak menimbulkan suara sedikitpun.

[Suara Gerakan Disemak-Semak Yang Berada Dihadapannya]

Gawat ! Tanpa sadar gua malah bersandar ! Sial ! Tolong… jangan sadar ! Jangan sadar !

Menyadari kesalahannya, Rio menutup matanya selagi berharap agar bandit itu tidak menyadarinya. Berulang kali ia mengucapkan kalimat tersebut jauh didalam hatinya.

“Keluar kau bocah sialan ! Aku tahu kau berada disemak-semak !”

“…”

Ap—!

Mendengar ucapan Rey, sekali lagi muka Rio menjadi kaku. Tanpa sadar ia menahan napasnya dan berusaha untuk tidak menimbulkan suara sedikitpun. Dadanya terus berdebar-debar dengan sangat cepat seakan-akan menimbulkan efek suara yang terdengar badum… badum… badum…

“Jika kau keluar sekarang ! Mungkin aku akan mengampunimu bocah !”

Dasar pembohong ! Gak akan ada bandit yang benar-benar akan melakukan hal seperti itu sialan !

“…”

Menyanggah ucapan Rey dalam pikirannya, ekspresi muka Rio semakin lama terlihat semakin panik. Keringat yang pada awalnya sudah berhenti mengalir dari keningnya, sekali lagi membasahi tubuhnya. diremas rumput kering yang berada disekitarnya dengan sekuat tenaga selagi berusaha menekan rasa takutnya.

Sial ! Cepat pergi dari tempat itu, bandit sialan !

[Suara Ranting Pohon Kering Terinjak Dari Arah Sema-Semak]

“Ap—?!”

“!”

Tanpa Rio sadari, ia meremas ranting kering yang berada didekat tangan kirinya. Disaat ia mengeluarkan suara karena kaget, ia segera menutup mulutnya dengan kedua tangannya agar suaranya tidak terdengar oleh bandit tersebut.

Menyadari kesalahan fatalnya, Rio mulai mencari suatu cara untuk mengalihkan konsentrasi Rey. Diraba olehnya permukaan tanah secara perlahan.

Apa ini ?! Batu ? Ah ! Mungkin dengan ini !

[Suara Gerakan Batu Dari Arah Kanan Rey]

“!”

Disaat Rio melihat bahwa mata Rey sedang melihat kearah kiri, ia menggunakan kesempatan tersebut untuk melemparkan batu berdiameter sekitar 4 hingga 8 cm kearah pohon dimana baju dalam berwarna hitam dengan lengan panjang dan sweater berwarna biru milik Rio berada.

“…”

Pergi dari tempat itu dan segera cek tempat yang gua lempar dengan batu tadi, otot sialan !

Menggernyitkan giginya karena kesal dengan Rey yang tidak kunjung berpindah tempat, Rio mencari batu sekali lagi. Disaat ia sudah mendapatkan batu dengan ukuran yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sekali lagi ia melemparkan batu tersebut kearah kiri Rey.

[Suara Gerakan Sesuatu Dari Arah Kiri Rey]

“!!”

Selesai melemparkan batu tersebut hingga mengenai batang pohon, Rio segera melirik kearah Rey melalui celah yang berada disekitar semak-semak tempatnya berada. Berbeda dengan apa yang terjadi beberapa saat lalu, kali ini ekspresi dari muka Rey terlihat kebingungan. Namun, seperti yang diharapkan dari seorang bandit yang sudah berpengalaman, ia tidak kehilangan ketenangannya.

Cepat bergerak dari tempat itu, sialan ! Kalau begini gua gak bisa kabur !

“Kenapa malah diam begitu sih ?!”

Semakin kesal dengan Rey yang tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya, tanpa sadar Rio mulai menggumamkan ketidaksabarannya. Namun, tentu saja dengan suara yang hanya bisa didengar olehnya.

Semoga dengan ini, lu mau bergerak !

Mendapatkan batu dari sebelah kirinya, sekali lagi Rio melemparkan batu tersebut kearah pohon yang berada dibelakang Rey. Tentu saja Rey tidak menyadari tindakan Rio dan langsung menunjukkan raut muka kebingungan.

[Suara Gerakan Sesuatu Dari Arah Tenggara Rey]

“!!!”

Melihat ekspresi Rey yang secara tiba-tiba menjadi kaku, Rio menyadari sesuatu yang cukup penting. Walaupun terdengar penting, sebenarnya Rio saja yang tidak menyadari jika—

—Tunggu ! Bukankah ini sama saja dengan berhasil ?! Maksud gua… bandit itu bodoh ! Bukannya sejak tadi seharusnya bandit itu telah menyadari keberadaan gua ! Kalau bukan bodoh berarti apa ?! Selain itu… walaupun berbeda dengan rencana yang gua inginkan, sepertinya rencana ini… cukup untuk menghabiskan waktu !

“Dengan ini… gua bisa mengulur waktu !”

Mengatakan kalimat tersebut dengan suara yang sangat pelan, Rio mengepalkan tangannya dengan kuat. Senyum liciknya yang sempat hilang beberapa saat lalu kini mulai terlihat kembali dari raut mukanya.

***

[3rd Person Point of View – ??? As Center Point]

“Haaaa~”

“Masih jauh bukan ?”

“Oi, semvak ! Lu, udah berapa kali lu ngomong kayak gitu, hah ? Kalau lu ngomong gitu terus, ane yang dengernya juga jadi capek tau ! Haaaa~ tuh kan… ane tambah lemes…”

“Iya, tapikan—”

“Cong ! Mas Jat juga capek tahu ! Jika kau mengeluh seperti itu terus yang ada malah bikin tambah capek ! Apa kau dengar ?!”

“Hiiii~”

Jauh di kedalaman hutan [Skyp] bagian Selatan, terdengar suara beberapa orang yang sedang mengeluh.

Seorang pemuda yang memakai jaket menghembuskan napasnya beberapa kali Karena rasa Lelah. Pemuda yang berbicara menggunakan logat dari daerahnya dan juga memakai jaket berwarna putih, celana panjang berwarna coklat, dan juga sandal jepit berwarna hijau dibagian talinya serta warna putih dibagian bawah telapak kaki lelaki itu dengan tulisan “Selow” sebagai brandnya, sudah terlihat sangat kelelahan. Jaketnya yang basah, mukanya yang pucat, dan juga bibirnya yang pecah-pecah adalah bukti bahwa ia telah berjalan cukup jauh tanpa beristirahat sedikitpun.

Tepat dibelakang lelaki itu, seorang lelaki yang seluruh tubuhnya dibalut oleh kain putih dengan beberapa ikatan yang mengelilingi bagian tubuhnya terus mengeluh dan menanyakan pertanyaan yang sama setiap 5 hingga 10 menit sekali. Siapapun yang mendengar pertanyaan yang sama secara berulang akan merasa kesal saat berada dengan dengannya.

Dan satu-satunya yang menghentikkan pertanyaan dari lelaki yang dibalut kain putih itu serta memberikan tatapan dingin kepadanya adalah seorang wanita dengan rambut hitam panjang dengan baju putih… mungkin lebih tepatnya kain putih panjang yang bahkan menutupi seluruh tubuh dari bagian leher hingga kakinya. Wanita itu sejak beberapa saat lalu hanya memperhatikan pemuda dengan jaket berwarna putih selagi ia mengikutinya dari samping kanan pemuda tersebut.

“Tch ! Dasar Nenek tua… lu sih enak bisa terbang… nah gua ! Bisanya cuma lompat-lompat doang kayak kodok, capek tau ! Capek ! Lompat dari bawah jurang sampe sini tuh… lu kira gua pasukan Romawi yang perang cuma bawa 300 pasukan apa hah ?!”

Menggumamkan hal tersebut dengan nada yang sangat kecil, lelaki yang dibalut dengan kain putih itu, mengeluh kepada wanita yang sejak tadi hanya melayang mengikuti pemuda yang ia panggil dengan sebutan “Mas Jat” itu.

“Hiii~”

“Mas Jat, spertinya mereka berdua sudah kembali…”

Selagi berbicara dengan pemuda disampingnya setelah melemparkan tatapan dingin kepada lelaki yang menggerutu kepadanya beberapa saat lalu, wanita itu mengarahkan tangan kanannya yang tertutupi oleh kain putih kearah kanan dari pemuda tersebut.

Melihat kearah yang ditunjukkan oleh wanita disampingnya itu, 2 orang anak kecil yang kekurangan rambut dan memiliki tinggi badan kurang dari 140cm itu mendekat kearah pemuda itu—

“Mas Jat—”

“—Kami sudah menemukan jalan keluar dari tempat ini !”

“!”

Mendengar ucapan dari kedua anak kecil yang terlihat kembar itu, raut muka pemuda yang sejak beberapa saat lalu dipanggil dengan sebutan “Mas Jat” itupun akhirnya berubah menjadi raut muka senang. Sedikit tapi pasti, air mata dapat terlihat keluar dari kedua matanya. Senyuman mulai terlihat dari wajahnya.

“Akhirnya ane bisa keluar dari tempat kamvret ini ! Sudah 3 hari ane kesasar disini, akhirnya…”

Authors Note :

Waktunya kemunculan karakter baru :D

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
 
close
   
close