Sunday, October 9, 2016

[Nusantara] Chapter 15 – Defeat All The Bandit Underlings

Chapter 15 – Defeat All The Bandit Underlings



            [3rd Person Point of View]

            “…”

            []

            Hutan [Skyp], sebuah hutan yang berada didaerah perbatasan antara [Kekaisaran Mangaka Sinanoide] dan [Kerajaan Lotoregna]. Hutan ini juga dikenal sebagai surga yang menjadi sebuah daerah netral diantara kedua belah pihak. Hutan ini sangat dikenal karena kesuburan tanah dan juga komoditi buah yang sangat beragam. Dan dihutan ini juga, kegaduhan yang terjadi beberapa saat lalu, kini menjadi sangat sunyi.

Tu-tu-tung-tunggu tunggu tunggu tunggu tunggu ! I-i-ini kan ?! Eh… ta-tapi, eh ?! Kok bisa ?!

            “*Glup*”

[]

            Keadaan ini sunyi ini terjadi karena pemandangan yang terjadi sebelumnya. Pemandangan dimana seorang bandit terlempar sangat jauh dan juga kedua bilah pisau yang ia pegang hancur seketika oleh benda yang diayunkan oleh tangan kanan Rio. Namun, bukan hal ini yang menjadi sumber masalah keadaan ini, melainkan benda yang Rio peganglah yang menjadi masalah saat ini.

            Diliriknya buku yang selalu melayang disampingnya sejak beberapa saat yang lalu. walaupun Rio tidak berbicara sepatah katapun, seakan mengetahui apa yang Rio pikirkan, buku itu, Nusa menjawab tatapan Rio…

            [Sa-saya juga tidak tahu tuan, sejujurnya saya juga terkejut melihatnya]

            Setidaknya itulah yang diucapkan Nusa kepada Rio.

            Tidak hanya Rio, bahkan kedua bandit yang memegang panah dibelakangnya menunjukkan tatapan penuh rasa kebingungan. Bahkan mata mereka berdua membentuk “O.O” karena sangat tidak mengerti dengan apa yang mereka lihat. Selain itu, mulut mereka berdua… tidak, bahkan mulut Rio pun menganga selagi melihat “Sesuatu” yang berada ditangan kanannya.

Tu-tunggu ! Sabar ! Co-co-coba tenang ! Mu-mungkin saja i-ini… E-e-ex… ca-ca-calibur… da-dari dunia ini, be-benar mungkin karena be-bentuknya yang berbeda, ti-tidak ada yang dapat menemukannya… hmm… pa-pasti seperti itu… mungkin…

            Selagi Rio menganalisis “Sesuatu” yang ia pegang ditangan kanannya, keringat mengalir dari sekujur tubuhnya. Kakinya gemetar. Dan ia hanya bisa tersenyum pahit karenanya.

            “Apa mungkin… ini…”

[Walaupun saya tidak tahu apa yang tuan coba pikirkan, mungkin jawabannya… bukan, tuan]

“…”

Ha… haha… hahahahaha… be-benar juga… ka-kalo dipikirkan lagi, ti-ti-tidak mungkin pedang legendaris mempunyai bentuk seperti ini, kan ? ha… hahahahaha…

            Bahkan disaat Rio ingin memastikannya, Nusa langsung menyangkalnya tanpa berpikir lama. Mendengar jawaban Nusa, Sekali lagi Rio memperlihatkan senyuman pahitnya.

            “Naaa~”

            [Hmm ?]

            “Bukankah yang bisa melakukan hal seperti ini… hanya [Magic Tools] saja, kan ?”

            [Sejauh yang saya tahu sih… begitu]

            “…”

            []

            Sekali lagi mereka terdiam. Tidak sepatah katapun terdengar selama beberapa menit. Situasi ini semakin lama semakin terlihat statis. Namun, hanya seorang yang berhasil memecahkan situasi ini.

            “Apa yang kalian lakukan ?! Cepat serang ! Ini kesempatan emas kita !”

            “Eh ?”

            “A-ah, i-iya !”

            Mendengar suara dari arah samping kirinya, Rio mengalihkan pandangan kearah sumber suara tersebut. Disana ia melihat seorang bandit yang sedang memegang sebilah pisau dengan muka benyut dan penuh memar disekujur tubuhnya yang terekspos karena baju yang ia kenakan telah robek dibeberapa bagian karena terhantam oleh serpihan batu yang Rio lakukan beberapa saat lalu tengah memberikan perintah kepada kedua bandit pemanah yang sedang berada didahan pohon. Melihat muka bandit tersebut, “Ah ! Itu kan…”, seakan-akan ia baru mengingatnya, bandit tersebut tanpa membuang kesempatan tersebut segera mengarahkan pisaunya kepada Rio—

            [Suara Seseorang Terlempar Jauh]

            [Suara Pisau terlempar lalu tertancap di batang pohon]

            “Ah !”

            —Namun, karena Rio lupa, ia mengayunkan “Itu” kearah bandit tersebut. Dan hasilnya, bandit itu terlempar sangat jauh. Bahkan pisau yang ia pegang dengan erat beberapa saat lalu terlempar sangat kencang dan berhenti setelah menancap salah satu batang pohon yang berada didaerah hutan ini.

            Melihat hal ini, kedua bandit yang sudah bersiap untuk melepaskan anak panah ditangan mereka terdiam dengan mulut membuka lebar seakan-akan apa yang mereka lihat bukan mimpi karena…

            Ternyata benar ! Si Kakek ini bisa gua jadiin senjata !

            Benar, apa yang saat ini Rio pegang dan ia gunakan sebagai senjata adalah “Itu” atau seorang kakek yang ia bawa dari daerah pohon yang terkena dampak dari kemampuan [Teleport] yang ia gunakan, sehingga kakek tersebut mengira bahwa pohon itu adalah pohon [Arg Gruf].

            Melihat raut muka Rio yang tersenyum licik dan terkesan… tidak berperasaan, Nusa hanya bisa mengatakan.

            [Apa tuan baik-baik saja ?], namun tentu saja ia tidak mengatakannya secara jelas kepada Rio dan memendam jauh perkataan tersebut kedalam pikirannya.

“Sepertinya ini sudah bukan waktunya untuk termenung kebingungan karena hal kecil”

[]

[Serius, ini bukan hal kecil tapi entah kenapa… apa yang tuan tunjukkan oleh raut muka tuan saat ini terlihat sangat kejam ?!], sekali lagi Nusa menyanggah perkataan Rio yang sudah terlihat tidak mempedulikan “Itu” dan mulai menganggapnya sebagai senjatanya. Tapi seperti sebelumnya, Nusa hanya menyimpan kalimat tersebut jauh-jauh didalam hatinya. Walaupun banyak yang ingin ia sanggah, tapi memang benar seperti perkataan Rio, saat ini bukanlah saat yang tepat untuk melakukannya.

Pandangan Rio saat ini mulai terkunci kepada kedua bandit yang berada di atas dahan pohon. Difokuskan tenaga Rio kepada kedua kakinya, dan dengan suara yang cukup kuat untuk meretakkan permukaan tanah, ia segera berlari kearah bandit yang berada sebelah kanannya. Jika diumpamakan, ia lebih terlihat sebagai penjahatnya dibandingkan dengan bandit yang ia lawan.

“Haa !”

“Kyaa !”

[Suara Wanita Jatuh Dari Pohon Setinggi 2 Meter]

Disaat Rio menendang batang pohon tersebut hingga hancur, ia mendengar suara teriakan bandit wanita itu. Namun, tentu saja Rio mengabaikan teriakan wanita yang terjatuh dengan muka menghadap ketanah itu dan langsung menuju kearah batang pohon yang berada sedikit jauh diarah kanannya untuk menyerang bandit wanita satu lagi.

Sama seperti sebelumnya, bandit tersebut terjatuh karena kehilangan keseimbangannya setelah Rio menghancurkan batang pohon tempat bandit itu berada. Namun jika ditanya apa yang berbeda, hal itu adalah fakta bahwa bandit wanita itu tidak langsung pingsan karena ia tidak terjatuh dengan muka menghadap ketanah.

Melihat Rio yang menatapnya dengan sangat intens, wanita itu mulai gemetar ketakutan. Keringatnya mulai mengalir sangat deras bahkan lebih deras dari sebelumnya. Tubuhnya lemas karena telah dikuasai oleh rasa teror yang diperlihatkan oleh Rio.

            [Tuan, apa tuan juga akan memukul wanita ini hingga pingsan ?]

            “Ha ?! Apa yang lu bicarakan ?”

            “Hii—!”

            “Ha ?!”

            Mendengar Rio menaikkan nada bicaranya, wanita tersebut  mengeluarkan suara aneh sehingga membuat Rio menaikkan nadanya sekali lagi. Melihat Rio bertingkah seperti itu, bandit itu mengunci mulutnya rapat-rapat dan memejamkan matanya.

            “Bukannya sudah jelas—”

            [—Tuan akan membebaskannya, kan ?]

            “—Gua bilang lu ngomong apa sih ? Mana mungkin gua lepasin begitu saja ?!”

            Mendengar hal ini, Nusa terdiam karena ia tidak dapat berkata-kata mendengar jawaban Rio. Bandit wanita yang mendengar ucapan Rio, hanya bisa terdiam selagi mulai mengeluarkan air matanya karena sangat ketakutan dengan Rio.

            [Maksud tuan ?]

“Maksud ? Walaupun gua kurang mengerti apa yang mau lu bicarakan, tapi… maaf saja ya, gua itu orang yang menghormati R.A Kartini yang sudah susah payah membawa persamaan derajat kezaman gua sekarang…”

            [Persamaan Derajat ?]

            “Iya, persamaan derajat…”

            Mendengar ucapan Rio, Nusa dan bandit wanita itu tidak dapat berkata apa-apa dan hanya bisa memperlihatkan raut muka kebingungan. Namun tentu saja bandit wanita yang jatuh terduduk dihadapan Rio hanya bisa menangis histeris selagi menutupi mulutnya agar suaranya tidak terdengar oleh Rio.

            [Dengan kata lain ?]

“Dengan kata lain, gua tidak akan membedakan laki-laki dan perempuan, kalo mereka sudah berniat membunuh gua, gua juga harus memperlakukan mereka dengan hal yang sama, maaaa~ gimana bilangnya ya, gua ini orang yang suka keadilan sih…”

[Tuan, walaupun apa yang tuan katakan terasa sangat benar bagi saya, namun entah kenapa disisi lain terasa sangat salah dan menyeramkan saat tuan yang mengatakannya…]

Walaupun itu yang Rio ucapkan, ia sama sekali tidak mempunyai niat untuk membunuh orang. Tapi apa yang ia katakan, adalah prinsip hidupnya sehingga ia tidak dapat mengubah hal tersebut seenaknya. Persamaan derajat tanpa adanya perbedaan dan juga rasa keadilan yang berbeda dari pahlawan keadilan, dengan kata lain rasa keadilan akan kesamaan tanpa perbedaan… setidaknya itulah yang Rio maksud.

“Hiii—!”

Mendengar ucapan Rio, bandit wanita dihadapannya mengeluarkan jeritannya sekali lagi sebelum kesadarannya menghilang dihadapan Rio.

Melihat hal ini, Rio memutuskan untuk meninggalkan bandit tersebut dan kembali mengaktifkan kemampuan [Open Map – Direct Location], dengan kata lain kemampuan layaknya GPS yang dapat memunculkan arah panah berwarna biru menuju ketempat tasnya berada.

Dikuatkan kakinya sekali lagi, Rio segera berlari dengan sangat cepat menuju arah yang ditunjukkan oleh arah panah berwarna biru. Tidak lupa, ditangan kanannya ia tetap menggenggam kaki kiri dari “Itu” dan benar-benar menganggapnya sebagai senjata.

[Tuan, itu !]

“Hmm ?”

Melihat kearah yang ditunjukkan oleh Nusa dengan arah panah berwarna merah kecil dihadapan Rio, ia melihat seorang pria yang menjadi pemimpin dari kelima bandit yang ia lawan beberapa saat yang lalu. melihat hal ini, urat muncul dikeningnya menandakan Rio sangat kesal karena perintahnya, ia harus menghabiskan banyak waktu untuk melawan bandit tersebut.

Sudah lama gua pengen mencoba hal seperti ini…

Diarahkan “Itu” kearah pemimpin bandit dengan bandana berwarna coklat dihadapannya. Lalu diayunkannya “Itu” pelan dengan kepala berada di belakang kepala Rio, ia mengambil ancang-ancang layaknya seorang pemukul clean up dalam permainan baseball tanpa berhenti sedikitpun. Dan dengan kecepatannya saat ini—

[Suara Orang Dipukul Bagian Perutnya Dengan Sangat Keras]

HOME RUN !


—Dipukulnya badan bandit yang menggunakan bandana berwarna coklat itu menggunakan “Itu” dengan kedua tangannya selagi meneriakkan kata tersebut disaat badannya tetap melayang diudara karena kecepatan berlarinya yang menggunakan seluruh tenaganya.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
 
close
   
close