Chapter 16 – Anak
Perempuan
[3rd Person Point of View]
“Hyaaa~ lega rasanya”
[Tu-tuan…
sejujurnya saya sudah kehabisan kata-kata tapi…]
“Hmm ?”
[Tuan itu… kejam
juga ya…]
“Hohou~ gua gitu…
maaa~ sebenernya ini hanya untuk melepaskan stress saja sih, selain itu… gua
yakin bandit-bandit yang gua hajar tadi masih pada hidup kok, jadi gak ada
masalah, kan ?”
[Ha… haaa~]
[Justru disitu masalahnya tuan…],
walaupun sebenarnya itulah yang ingin Nusa katakan, namun ia mengurungkan
niatnya dan hanya memberikan jawaban setengah hati serta terkesan untuk segera
mengakhiri percakapan. Disisi lain, Rio sendiri dengan bangganya mengucapkan
hal tersebut.
“Oh ya ? apa
mungkin… lu mulai berpikir ‘Kayaknya gua salah membawa ini orang’… begitu kah
?”
[Ti-tidak kok tuan…]
Melihat dari
jawaban Nusa yang terdengar sedikit panik, ucapan Rio sepertinya tepat pada
sasaran namun ia memilih untuk membiarkannya.
Dilihat keadaan
disekelilingnya sekali lagi. Hutan [Skyp]
benar-benar berada pada kondisi yang sangat parah dan mungkin saja jika ia
berada dinegara tempat ia dilahirkan, ia dapat dikenai sanksi yang cukup berat
karena merusak hutan.
“Hmm ? Ah ! Itu
dia !”
Dihadapan Rio, ia
melihat arah panah yang sejak tadi menunjukkan jalan menuju tempat tasnya
terlempar kini telah berubah menjadi berbentuk lingkaran dengan cahaya
transparan berwarna biru yang menyembul kelangit setinggi 2 hingga 3 meter
dengan diameter lingkaran sekitar 1 hingga 2 meter. Tentu saja cahaya dan
lingkaran ini hanya Rio lah yang dapat melihatnya karena ia menggunakan
kemampuan [Open Map – Direct Locator].
Didekati cahaya
tersebut oleh Rio dan seketika ia mengambil shoulder
bag miliknya, cahay tersebut menghilang dengan efek layaknya sebuah
bintang-bintang yang menyembur keluar.
“Semakin dilihat, kemampuan
ini semakin terlihat seperti sebuah game ya ?”
Biarpun Rio
berpikiran seperti itu, tentu saja ia mengerti kalau apa yang ada dihadapannya
saat ini dan apa yang ia rasakan adalah hal yang nyata dan bukanlah sebuah
game. Rio sendiri bukanlah seorang yang naif dan menganggap sepele hal yang ia
alami ini.
[Tuan…]
“Hmm ?”
[I-itu…]
Melihat kearah
yang didekati oleh Nusa, Rio membuka matanya lebar karena bingung. Apa yang ada
dihadapannya saat ini adalah seorang anak perempuan dengan baju berwarna putih
lusuh serta terdapat robekan dibeberapa bagian. Perempuan yang sepertinya
berumur tidak kurang dari 13 tahun itu terlihat sangat kesakitan. Dikedua
kakinya terdapat sebuah rantai dengan lebar sekitar 30 cm yang telah terpotong
dengan tidak rapi. Dibadannya terdapat memar. Namun hal yang paling menyita perhatian
Rio adalah…
“Telinga itu…
kelinci ? Namun, bukankah terlalu lebar untuk sebuah kelinci ?”
Hmm ? Tunggu ! Tapi kalau diperhatikan lagi, dibalik
rambut pirangnya itu… telinga ?! Terlebih lagi… sedikit runcing ?! Elf ? Tapi…
Melihat hal ini,
Rio memasang ekspresi muka kebingungan. Disatu sisi perempuan itu memiliki
telinga kelinci yang lebar sehingga membuat anak perempuan itu terlihat sangat
imut. Namun, disisi lain, rambut berwarna kuning cerah bagaikan kulit lemon itu
dan juga telinga runcing yang tersembunyi dibalik rambutnya memberikan kesan
elegan dan juga cantik. Melihat hal ini Rio hanya bisa terpaku karenanya.
“Ugh !”
“Ah !”
[Tu-tuan…]
[Suara Benda ditancapkan Ketanah]
Melihat anak
perempuan itu merintih kesakitan, Rio segera mendekatinya.
Layaknya seorang
yang dapat dibilang cukup tidak berperasaan, Rio menancapkan kepala “Itu”
ketanah layaknya sebuah benda… mungkin dimata Rio, ia telah sepenuhnya
menganggap “Itu” sebagai sebuah senjata. Namun hal yang membuat Rio tidak habis
pikir karenanya adalah karena… “Itu” memasang ekspresi senang dan bahagia
setiap kali Rio mengayunkannya. Oleh karena itulah, Rio mulai berhenti
memikirkannya sebagai sebuah “Makhluk hidup”.
“O-oi, Apa lu bisa
denger suara gua ?!”
“Urgh !”
Tch ! Gawat, sejujurnya gua males berurusan dengan hal
seperti ini, pasti repot nantinya. Tapi… kalau seandainya gua tinggalkan begitu
saja, entah kenapa gua merasa seperti akan ada sesuatu yang benar-benar hilang
dari tubuh gua…
Melihat keadaan
ini, Rio menatap kearah Nusa. Bahkan sebelum Rio ingin mengatakan sesuatu, Nusa
sudah memberikan jawabannya terlebih dahulu.
[Tenang saja tuan, saya tidak menggunakan
seluruh [Mana] yang tuan miliki]
Mendengarkan
jawaban dari Nusa, Rio mengangguk pelan. Namun entah mengapa ia merasa kesal
tanpa sebab yang jelas. Mungkin hal ini karena ia merasa Nusa dapat dengan
mudah menebak apa yang sedang ia pikirkan.
“[Create]”
Sesaat setelah Rio
mengucapkan kemampuannya tersebut, ia segera memikirkan 5 buah kata yang akan
merealisasikan kemampuan yang sedang ia ciptakan.
Sembuh… luka… sakit… hilang… istirahat…
Setelah ia selesai
membayangkan dan memilih kelima kata tersebut untuk direalisasikan,
dihadapannya munculah sebuah tulisan yang ia sendiri bahkan tidak tahu itu
tulisan dari daerah apa. Namun anehnya, setiap kali tulisan ini muncul,
mulutnya bergerak sendiri seolah-olah ia mengetahui apa yang dituliskan oleh
tulisan tersebut…
“Kruft (sembuh) à Frein (luka) à Haft (sakit) à Laft (hilang) à Grei (istirahat)
= Kuft Fre Ha ! (Heavenly Heal)”
“Urgh ! … haaa~…
fuuu~…”
Tepat setelah Rio
selesai menggunakan kemampuan [Create],
sebuah cahaya berwarna kuning hangat menyeliputi tubuh anak perempuan tersebut.
Rintihan kesakitan perlahan-lahan mulai menghilang dan napas anak perempuan
tersebut mulai kembali stabil. Melihat anak perempuan yang sudah mulai tertidur
lelap, Rio melihat luka memar yang terdapat dibeberapa bagian tubuhnya mulai
menghilang. Luka gores dan juga luka akibat tebasan benda tajam mulai menutup
dengan sangat cepat. Tidak kurang dari 3 menit, kulit anak perempuan yang
dipenuhi oleh luka gores itu kini telah menjadi mulus kembali. Kalau
diperhatikan lagi, kulit anak perempuan itu berwarna putih cerah dan terlihat
sangat mulus.
“Hmm ? Kalau
dipikir-pikir lagi, kenapa dia bisa berada disini ya ?”
[Entahlah tuan, mungkin saja dia seorang
budak yang melarikan diri ke [Kekaisaran Mangaka Sinanoide], tuan]
“Eh ? Emang aman
kalau dia kabur kesana begitu saja ?”
[Selama anak perempuan ini kabur dalam
perjalanan dan lolos dengan selamat, menurut peraturan kekaisaran tersebut, itu
dihitung aman tuan… mungkin]
“Mungkin… kah ?
Perasaan itu kerajaan bebas banget ya…”
Mendengar hal
tersebut, Rio merasakan ketegangan yang ia alami beberapa saat lalu mengendur
begitu saja dan ia mulai kembali rileks.
“Tapi sebenarnya…
dia itu ras apa ? Sekilas sih terlihat seperti kelinci namun… jika
diperhatikan, karakteristiknya lebih kearah [Elf]”
[[Svregna], tuan]
“[Svreg… na] ? Apa itu ? Gua belum pernah
mendengar tentang ras seperti itu di setiap komik, novel, maupun cerita fantasi
yang gua tahu… tapi sepertinya gua pernah mendengar nama itu… ah !”
Mengingat kalau ia
pernah mendengar nama [Svregna], Rio
menunjukkan muka layaknya mendapat sebuah pencerahan.
Kalau gak salah, pas pertama kali gua pakai [Open Map – Direct Locator] didaerah ini
buat mencari shoulder bag gua tadi, buku sialan itu menyebutkan ras tersebut…
“Jadi… [Svregna] itu ras yang seperti apa ?”
[[Svregna] itu adalah ras—Tuan !]
“Ap—?!”
[Suara Tebasan Pedang yang Diayunkan Dengan
Kencang]
“Tch ! Sial,
berhasil menghindar, kah ?”
Sebelum Rio
selesai mendengar penjelasan dari Nusa, dihadapannya saat ini Rio melihat
seorang pria berbadan besar membawa sebuah pedang yang terbakar oleh api, [Magic Sword – Phyro Elemental] yang diayunkan tepat dihadapannya.
Jika bukan karena peringatan dari Nusa, mungkin saat ini tubuh Rio telah
kehilangan kepalanya. Menghindari tebasan pria tersebut selagi memegang anak
perempuan dengan tangan kirinya, Rio melompat mundur dan segera mengambil “Itu”
dan langsung bersiap-siap memasang kuda-kuda—
“Bocah sialan ! Jika kau ingin agar
aku mengampuni nyawamu, tinggal kan anak itu dan segera pergi dari sini ! Tentu
saja… akan kupastikan kau dapat keluar dari sini dengan selamat… mungkin
Kuhahahahaha !”
“Serius lu ?!”
[Tuan
!]
—Dan begitulah, Ronde terakhir antara
Rio dan bandit berbadan besar didalam hutan [Skyp] ini dimulai.
0 comments:
Post a Comment